Kisah Pilu Pedagang Pakaian di Pasar Paseban Jakpus, Pembeli Sepi Tapi Bayar Sewa Toko Terus Berjalan
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Seorang pedagang pakaian bernama Yuli (49) menceritakan kisah pilunya di tengah mencari rezeki yang sepi pembeli tapi harus tetap membayar sewa tokonya di Pasar Paseban, Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat.
Sambil duduk di kursi kecil dengan penuh tumpukan baju di sampingnya, Yuli mengungkap kondisi pasar yang kian hari semakin sepi pembeli. Bahkan orang lalu-lalang pun tak ada.
“(Kondisi) Sepi sekali. Ini aja belum laris. Tapi semenjak demo itu ya tambah parah, tambah sepi. Kenapa ya? Aku juga bingung,” kata Yuli, di Pasar Seban, Selasa (16/9/2025).
- Istimewa
“Tuh lihat, sepi nggak ada sama sekali. Cuma satu orang lewat doang juga. Dulu mah banyak orang kantor dan segala macam, sekarang nggak ada sama sekali. Nggak ada sama sekali,” sambungnya.
Kemudian Yuli menceritakan masa kejayaannya sebelum terjadinya pandemi Covid-19 hingga maraknya toko online yang membuat tokonya semakin redup.
Dirinya menyebutkan pernah memiliki omzet Rp5 juta per hari hingga saat ini hanya bisa mengantongi paling banyak Rp150 per hari.
“Kalau dulu bisa Rp5 jutaan perhari malah bisa lebih. Kalai sekarang paling dapet Rp150. Sekarang bukan turun lagi, terjun bebas. Biasanya belanja seminggu tiga kali sekarang udah 2 gak belanja. Dulu sbelum Covid setelah Covid masih juga belanja seminggu sekali dua minggu sekali,” tutur Yuli.
“Pokoknya parah sekarang. Bayangin aja, cuman kadang laris Rp50 ribu, kadang laris Rp35 ribu. Dan itu belum tentu setiap hari. Sekarang ibu belum laris, belum ada yang masuk, belum ada yang nanya, belum ada yang megang. Sabtu Minggu juga sama aja. Dulu saya harapin orang gajian, sekarang hari itu sama,” lanjutnya.
Sementara itu dibalik sepinya pembeli, Yuli mengungkap masih perlu membayar sewa toko di luar biaya listrik, tanpa ada kompensasi dari pemilik toko.
Jika dirinya tak mampu melakukan pembayaran, maka tak segan pihak pengelola akan memberikan surat peringatan hingga penutupan toko sementara.
“Saya kemarin sewa ke pemilik yang punya Rp6 juta setahun. Bayar lampu listrik Rp45 ribu sebulan. Jadi kita keberatan itu bayar biaya pengelolaan pasar non-tunai (Cash Management System/CMS). Makanya kita kalau bisa itu dihilangin, gitu loh CMS-nya. Kalo misalnya gak bayar karyawan PD pasarnya ini ngasih selembaran. Peringatan pertama, peringatan kedua gitu,” tutur Yuli.
Lebih lanjut Yuli saat ini tengah menggantungkan nasibnya di antara hendak melanjutkan sewa toko atau tidak.
”Jadi kita tuh gimana ya? Jadi capek. Apalagi aku rumahnya di Priuk tuh, Jakarta Utara. Jadi kadang tuh gitu. Tau deh ini nyambung (sewa toko) lagi, atau enggak. Makin lama makin parah, gitu loh. Liat aja tuh kosong, nggak ada orang sama sekali,” kata Yuli.
Dengan kondisinya yang seperti ini, Yuli berharap agar pemerintah dapat berperan aktif untuk menghidupi ekonomi pasar kembali.
“Harapannya tuh supaya pasar itu hidup lagi. Pengunjungnya juga ada lagi gitu kaya dulu lagi. Minta pemerintah berperan aktif supaya pasar dihidupin lagi,” ucap Yuli. (ars/raa)
Load more