Koalisi RFP Desak Presiden Bentuk Tim Independen Reformasi Kepolisian, Soroti 9 Masalah Sistemik Polri
- Rika Pangesti/tvOnenews.com
Jakarta, tvOnenews.com - Gelombang desakan reformasi Kepolisian semakin menguat, menyusul sederet tindakan represif dan ketidakprofesionalan aparat di berbagai daerah.
Terbaru, Presiden RI Prabowo Subianto disebut-sebut tengah menyiapkan tim khusus Reformasi Kepolisian setelah berdialog dengan Gerakan Nurani Bangsa (GNB) di Istana Negara pada Kamis (11/9/2025).
Menanggapi rencana tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian (Koalisi RFP) menegaskan bahwa reformasi Polri tidak bisa berhenti pada sekadar pembentukan tim atau komisi.
Mereka menuntut adanya peta jalan pembenahan institusi Polri yang menyentuh akar persoalan di level sistem, kewenangan, struktur, hingga kultur.
- Rika Pangesti/tvOnenews.com
“Harus ada komitmen presiden memastikan rekomendasi tim bersifat mengikat, impactful, dan menjadi dasar perubahan Undang-Undang Polri. Kalau tidak, upaya ini hanya berakhir sebagai gimmick politik seperti reformasi yang gagal di masa lalu,” tegas Koalisi RFP dalam pernyataan tertulisnya, Senin (15/9/2025).
Tolak RUU KUHAP Versi Terakhir
Koalisi juga mendesak Presiden Prabowo dan DPR menghentikan upaya pengesahan RUU KUHAP versi 13 Juli 2025, yang dinilai justru memperluas kekuasaan Polri dalam penyelidikan dan penyidikan tanpa kontrol memadai.
Mereka menuntut agar revisi KUHAP memuat mekanisme check and balances melalui pengadilan, termasuk skema habeas corpus untuk menjamin hak warga yang ditangkap dan mencegah praktik penyalahgunaan wewenang serta pelanggaran HAM.
Tuntutan Tim Independen
Koalisi RFP mengajukan 3 syarat pokok jika Presiden benar-benar membentuk tim Reformasi Kepolisian:
Pertama, kewenangan efektif dengan hasil yang mengikat, bukan sekadar laporan.
Kedua, komposisi independen berisi tokoh masyarakat sipil, akademisi, dan aktivis dengan rekam jejak advokasi kepolisian.
Unsur polisi dan Kompolnas justru diminta dikecualikan demi mencegah konflik kepentingan.
Ketiga, proses transparan sejak pembentukan hingga hasil akhir.
9 Masalah Fundamental Polri
Koalisi RFP juga memetakan sembilan masalah sistemik dan struktural yang dinilai mendesak untuk ditangani:
1. Lemahnya sistem akuntabilitas dan pengawasan, termasuk impunitas.
2. Pendidikan yang melanggengkan kekerasan, militeristik, dan diskriminasi gender.
3. Tata kelola organisasi tidak transparan, rawan korupsi.
4. Rekrutmen, mutasi, promosi tidak berbasis meritokrasi.
5. Kewenangan Polri yang terlalu luas hingga ke ranah sipil.
6. Penggunaan kekuatan berlebihan dan represif dalam menangani demonstrasi.
7. Lemahnya komitmen HAM, demokrasi, dan kesetaraan.
8. Praktik tebang pilih, penundaan perkara, hingga perilaku koruptif.
9. Keterlibatan polisi dalam bisnis dan politik.
Reformasi Mandek Sejak 1998
Koalisi RFP menilai agenda reformasi Polri pasca-1998 hanya berhenti pada pemisahan Polri dari TNI, tanpa perubahan mendasar dalam tata kelola, struktur, maupun kultur.
“Tanpa komitmen politik yang jelas, pembentukan tim hanya akan mengulang kegagalan reformasi sebelumnya. Saatnya mendesain Polri yang sipil, demokratis, bebas dari politisasi, dan benar-benar akuntabel,” tegas Koalisi RFP.
Koalisi ini terdiri dari 14 organisasi masyarakat sipil, di antaranya YLBHI, ICW, AJI, KontraS, ICJR, SAFEnet, LBH Jakarta, PSHK, LBH Pers, IJRS, LSF. (rpi/muu)
Load more