Kuasa Hukum La Ode Litao Desak Polisi Beri Bukti Kasus Dugaan Pembunuhan di Wakatobi
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Anggota DPRD Wakatobi, La Ode Litao masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) hampir 11 tahun lamanya terkait kasus pembunuhan anak di bawah umur pada 2014 silam.
Peristiwa pembunuhan itu ditangani oleh Polres Wakatobi pada 2014 dengan tiga orang tersangka diantaranya dua telah menjalani masa hukuman dan La Ode Litao sempat melarikan diri.
Kasus ini menjadi kontroversi usai mendadak La Ode Litao terpilih menjadi anggota DPRD Wakatobi melalui Pileg 2024.
La Ode Litao pun mampu membuat SKCK yang menjadi syarat untuk mendaftarkan diri sebagai peserta Pileg 2024.
Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), Kombes Iis Kristian mengakui jika ada kelalaian pihaknya dalam penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) bagi La Ode.
"Ada temuan dan sudah ditindaklanjuti, memang ada kelalaian disitu yang dilakukan oleh petugas," kata Iis kepada awak media dikutip Minggu (14/9/2025).
Menanggapi hal tersebut, Kuasa Hukum La Ode Litao, Tony Hasibuan mendesak kepolisian menyoroti dugaan kesalahan aparat kepolisian terkait penetapan status DPO dan penggunaan SKCK.
Ia menilai, klaim polisi tentang status DPO yang disematkan kepada La Ode Litao tidak pernah secara resmi ada.
Tony meminta kepolisian segera mengklarifikasi keputusan mereka terkait penetapan status DPO kliennya.
Ia menantang aparat penegak hukum untuk menunjukkan bukti nyata yang bisa membuktikan tuduhan pembunuhan terhadap Litao.
“Kalau memang ada, tunjukkan bukti. Faktanya, sampai hari ini tidak ada satupun hasil visum yang menunjukkan adanya korban pembunuhan,” kata Tony dalam kegiatan podcast berjudul 'Apa yang Tony Hasibuan Tahu tentang DPO Litao?'.
Ia juga menyoroti persoalan SKCK dokumen yang seharusnya menjadi alat administratif untuk menunjukkan catatan kriminal seseorang.
Menurutnya justru digunakan secara keliru oleh polisi untuk memperkuat tuduhan hingga dinilai berbahaya karena dapat menyesatkan opini publik.
“SKCK seharusnya obyektif, bukan dijadikan alat untuk membangun tuduhan. Kalau dipakai secara salah, itu bisa menyesatkan masyarakat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Tony menegaskan pentingnya menjunjung tinggi prinsip praduga tak bersalah.
Ia menyebut setiap tuduhan hukum harus melewati proses resmi yang transparan dan sesuai KUHAP.
Load more