KAMMI Tegaskan Tak Ada Dualisme Kepengurusan: Kami Mengikuti SK Kemenkum
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menegaskan bahwa tidak ada dualisme kepengurusan di dalam organisasi tersebut.
Ketua Umum PP KAMMI, M. Amri Akbar menegaskan kepengurusan KAMMI yang sah adalah yang diakui secara resmi di dalam SK Kementerian Hukum RI.
Semuanya berdasarkan mekanisme dan aturan yang berlaku di Indonesia.
“Untuk seluruh kader KAMMI se-Indonesia, tidak ada dualisme seperti informasi yang beredar. Kita mengikuti SK Kemenkum, hanya ada satu yaitu di bawah pimpinan M. Amri Akbar,” kata Amri, Sabtu (13/9/2025).
Adapun kepengurusan KAMMI yang sah tercantum dalam SK Menteri Hukum Nomor: AHU-0001590.AH.01.08, tahun 2025.
Di dalamnya ditegaskan tentang Persetujuan Perubahan Perkumpulan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia telah disahkan kepengurusan KAMMI.
Hal ini juga mempertegas bahwa Ketua Umum KAMMI adalah Muh. Amri Akbar.
Ia menegaskan, jika ada pihak lain yang mengkalim sebagai bagian dari kepengurusan KAMMI tanpa tercantum dalam SK Menkum, maka bisa dipastikan adalah ilegal.
Amri meminta agar kader KAMMI berjuang bersama tanpa menyebarkan ujaran kebencian kepada siapa pun.
Lebih lanjut, KAMMI menyinggung soal situasi Indonesia saat ini, setelah aksi demonstrasi akhir Agustus 2025 lalu dan berbagai imbasnya seperti kerusuhan dan dugaan makar.
Amri mendorong pemerintah bisa menjamin supremasi sipil ditegakkan agar prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat terjaga.
“Supremasi sipil adalah landasan fundamental bagi keberlangsungan demokrasi serta perlindungan kedaulatan rakyat. Karena itu, pemerintah harus konsisten menjaganya,” katanya menegaskan.
Terkait dengan kerusuhan buntut aksi demonstrasi tersebut, KAMMI meminta Presiden Prabowo Subianto membentuk tim investigasi independen untuk mengusut tuntas berbagai hal yang terjadi itu
Selain itu, KAMMI juga menyoroti soal kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah.
Amri berpendapat, APBN ke depannya harus dialokasikan untuk kebijakan yang pro rakyat.
Misalnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, pendidikan, pangan, dan kesejahteraan masyarakat.
Menurut dia, selama ini pemerintah kurang memperhatikan kesejahteraan rakyat kecil.
“Yang dibutuhkan oleh masyarakat seperti peningkatan kesejahteraan guru, buruh, dan pekerja informal, seperti ojek online (ojol), yang selama ini kurang mendapatkan perhatian serius dari pemerintah," kata dia.
Terkait dengan kebijakan pajak progresif, ia mengatakan mestinya pemerintah menerapkannya dengan lebih adil.
Dirinya mencontohkah, kelompok kaya harus bayar pajak lebih besar.
Sementara masyarakat yang pendapatannya rendah mestinya dibebaskan dari sistem pajak yang tidak proporsional.
Hal ini diharapkan bisa memberikan pemerataan ekonomi di Indonesia. (iwh)
Load more