Siapa Saja yang Berhak Menerima KIP Kuliah 2025? Ini Syarat dan Prioritasnya
- Dok. Kemendikbud
Jakarta, tvOnenews.com – Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah 2025 kembali dibuka sebagai salah satu program strategis pemerintah untuk memperluas akses pendidikan tinggi bagi masyarakat.
Program ini ditujukan bukan hanya bagi mahasiswa berprestasi, tetapi juga untuk mereka yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin agar dapat melanjutkan kuliah tanpa terbebani biaya.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menegaskan bahwa penerima KIP Kuliah 2025 wajib memenuhi sejumlah kriteria baik akademik maupun ekonomi.
Syarat Penerima KIP Kuliah 2025
Secara umum, penerima KIP Kuliah 2025 adalah lulusan SMA, SMK, atau sederajat yang lulus pada tahun berjalan atau maksimal dua tahun sebelumnya.
Calon mahasiswa juga harus sudah lolos seleksi penerimaan di perguruan tinggi, baik jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP), Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT), maupun jalur mandiri.
Selain itu, mahasiswa harus mendaftar pada program studi yang terakreditasi resmi dan terdaftar dalam sistem akreditasi nasional perguruan tinggi. Artinya, KIP Kuliah tidak dapat digunakan di prodi yang belum terakreditasi.
Tidak hanya itu, calon penerima juga harus memiliki potensi akademik yang baik, tetapi dengan keterbatasan ekonomi. Faktor ekonomi inilah yang menjadi prioritas utama penentuan penerima KIP Kuliah.
Persyaratan Ekonomi Penerima
Program ini secara khusus menyasar mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin. Berikut adalah kategori mahasiswa yang berhak menerima KIP Kuliah 2025:
-
Pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP) Pendidikan Menengah yang lulus SNBP, SNBT, atau seleksi mandiri di PTN maupun PTS.
-
Mahasiswa dari keluarga yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau penerima bantuan sosial pemerintah.
-
Mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin/rentan miskin maksimal pada desil tiga dalam Data Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PPKE).
-
Mahasiswa dari panti sosial atau panti asuhan yang lolos seleksi masuk perguruan tinggi.
-
Mahasiswa dengan bukti penghasilan kotor gabungan orang tua/wali maksimal Rp4 juta per bulan atau maksimal Rp750 ribu per anggota keluarga.
-
Mahasiswa yang memiliki Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan pemerintah desa/kelurahan dengan bukti pendukung, seperti rekening listrik atau kondisi rumah.
Semua dokumen persyaratan akan diverifikasi oleh perguruan tinggi sebelum ditetapkan sebagai penerima KIP Kuliah.
Besaran Bantuan
Mahasiswa penerima KIP Kuliah 2025 mendapatkan dua jenis bantuan: biaya pendidikan dan biaya hidup bulanan.
Untuk biaya pendidikan, nominalnya disesuaikan dengan akreditasi program studi:
-
Prodi akreditasi Unggul/A/Internasional: maksimal Rp8 juta per semester (khusus kedokteran maksimal Rp12 juta).
-
Prodi akreditasi B: maksimal Rp4 juta per semester.
-
Prodi akreditasi C: maksimal Rp2,4 juta per semester.
Sementara untuk biaya hidup bulanan, mahasiswa akan menerima antara Rp800 ribu hingga Rp1,4 juta per bulan, tergantung klaster wilayah perguruan tinggi. Dana ini ditransfer langsung ke rekening mahasiswa dan tidak boleh dipotong oleh pihak manapun.
Jadwal dan Proses Pendaftaran
Pendaftaran KIP Kuliah 2025 dilakukan secara online melalui laman resmi kip-kuliah.kemdiktisaintek.go.id. Berikut jadwal penting yang perlu diperhatikan:
-
Registrasi Akun KIP Kuliah: 3 Februari–31 Oktober 2025
-
Seleksi di Perguruan Tinggi: 1 Juli–31 Oktober 2025
-
Penetapan Penerima Baru: 1 Juli–31 Oktober 2025
Calon penerima wajib menyiapkan data Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Induk Siswa Nasional (NISN), Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN), serta alamat email aktif untuk validasi sistem.
Dukungan Pemerintah untuk Akses Pendidikan
KIP Kuliah merupakan transformasi dari program Bidikmisi yang telah berjalan sejak 2010. Sejak 2020, program ini menjadi bagian dari Program Indonesia Pintar (PIP) dengan cakupan penerima lebih luas, termasuk mahasiswa dari daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), penyandang disabilitas, serta mahasiswa terdampak bencana dan konflik sosial.
Dengan skema ini, pemerintah berharap tidak ada lagi mahasiswa yang gagal melanjutkan pendidikan tinggi hanya karena keterbatasan ekonomi. (nsp)
Load more