Publik Terheran-heran, Nadiem Terlahir dari Keluarga Anti Korupsi Malah Jadi Tersangka Korupsi Laptop Chromebook
- ANTARA FOTO/Bayu Pratama
Jakarta, tvOnenews.com - Baru saja Kejagung menetapkan mantan Mendikbudristek periode 2019-2024, Nadiem Makarim menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook tahun 2019-2022. Kemudian, mencuat pula potongan video pernyataan Nadiem di media sosial.
Bahkan, potongan video itu membuat sebagian publik terheran-heran dengan pernyataan Nadiem.
Pasalnya, Nadiem menyebutkan dirinya terlahir dari keluarga Anti Korupsi. Sementara, saat ini ia ditetapkan Kejagung sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook tahun 2019-2022.
Bersadarakan potongan video yang beredar, terlihat Nadiem sedang diwawancarai Deddy Corbuzier.
Dalam video itu, Nadiem menyebutkan, dari awal Mendikbudristek meminta pendampingan dari kejaksaan.
Kemudian, Deddy mempertanyakan, mengapa ada penyelidikan kepada Nadiem?
"Mas Deddy you know me, saya sangat kaget dan terkejut untuk mengetahui mengenai kasus ini."
"Tetapi saya fully trust dan akan selalau mendukung aparat penegak hukum dalam pemeriksaan apapun."
"Kalau memang ada ketemuan apapun, di dalam organisasi saya, saya akan membantu, semua aparat, jelas saya akan membantu," jelas Nadiem, yang menuai komentar warganet di media sosial.
Selain itu, ia juga menegaskan dirinya lahir dari keluarga Anti Korupsi.
"Mas, mas kenal saya, Ayah saya komite etika KPK dulunya, ibu saya sendiri daripada Bung Hatta Anti Coruption Award."
"Saya dan dibesarkan di keluarha anti korupsi mas, saya tidak akan pernah dan tidak akan mengambil speserpun," pungkasnya yang menuai komentar netizen.
Bahkan, di kolom komentar sosial media yang mengunggah video itu, tak sedikit warganet yang mendoakan Nadiem selamat, bahkan ada juga yang melontarkan kritik.
Sebagai informasi, Ibunda Nadiem, Atika Algadri Makarim, lahir di Pasuruan pada 21 Maret 1945. Ia merupakan putri dari Hamid Algadri, pejuang kemerdekaan yang berperan penting dalam Perundingan Linggarjati, Renville, hingga Konferensi Meja Bundar.
Pendidikan tinggi ditempuh Atika hingga ke luar negeri. Ia meraih gelar Master of Education di Harvard University, Amerika Serikat. Atika juga dikenal sebagai salah satu pendiri majalah Femina, simbol peran perempuan dalam dunia media dan bisnis di Indonesia.
Aktivismenya tak berhenti di sana. Atika tercatat sebagai Dewan Pendiri Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA), penghargaan yang diberikan bagi pejabat publik berintegritas tinggi. Selama pandemi Covid-19, ia menggagas Gerakan Solidaritas Sejuta Tes Antigen bersama sejumlah tokoh nasional untuk membantu memperluas akses testing di Indonesia.
Sosok Atika juga dikenal tegas dalam mendidik. Nadiem sendiri pernah mengaku jarang mendapat pujian dari ibunya, meski berprestasi.
Atika baru menyatakan kebanggaannya ketika Nadiem dipercaya mengemban jabatan menteri, sebuah ungkapan sederhana namun bermakna mendalam.
Sementara, Nono Anwar Makarim, yang merupakan ayahnya Nadiem, lahir di Pekalongan pada 25 September 1939. Ia dikenal sebagai aktivis Angkatan 1966 yang ikut berperan menggulingkan rezim Orde Lama.
Karier akademisnya terbilang gemilang. Setelah lulus Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Nono melanjutkan studi ke Harvard Law School dan meraih gelar doktor hukum dengan disertasi berjudul “Companies and Business in Indonesia”.
Dalam perjalanan kariernya, Nono pernah menjadi anggota DPR Gotong Royong (DPR-GR), penulis dan kolumnis di berbagai media, serta anggota Komite Etik KPK. Ia juga mendirikan sejumlah yayasan sosial seperti Yayasan Bambu Indonesia dan Yayasan Aksara.
Dengan rekam jejak panjang itu, Nono dikenal luas sebagai sosok yang mengedepankan nilai integritas dan keberpihakan pada kepentingan publik. (aag)
Load more