Ditanya soal KPK Panggil Rektor USU Muryanto Amin, Pengamat: Warga Sumut Menunggu Gebrakan Nyata KPK!
- tvOnenews
Jakarta, tvOnenews.com - Pemanggilan Rektor Universitas Sumatera Utara (Rektor USU), Muryanto Amin, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sebagai sinyal kuat bahwa lingkaran dugaan korupsi proyek jalan multi-tahun di Sumatera Utara (Sumut) sangat luas dan melibatkan berbagai sektor, termasuk kalangan akademisi.
Pengamat sosial dan kebijakan publik, Shohibul Anshor Siregar menyebutkan langkah KPK ini sebagai pintu masuk krusial untuk membongkar gurita korupsi yang lebih besar.
Shohibul Anshor Siregar yang juga selaku Koordinator Umum Yayasan Pengembangan Basis Sosial Inisiatif dan Swadaya ('nBASIS) Medan menyatakan, bahwa pemanggilan seorang pimpinan universitas ternama sebagai saksi adalah peristiwa serius yang menuntut perhatian publik.
"Ini bukan sekadar pemanggilan biasa. Ketika KPK mulai menyentuh lingkar akademik dalam kasus korupsi infrastruktur, ini menandakan dua kemungkinan: pertama, adanya kebutuhan keterangan ahli yang netral, atau kedua, adanya dugaan keterlibatan atau setidaknya pengetahuan relevan dari pihak universitas dalam proyek tersebut," ujar Siregar yang juga menjabat Sekretaris Yayasan Advokasi Hak-Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN) di Jakarta, melalui pesan WhatsApp, Sabtu (16/8/2025).
Menurut Siregar, kasus ini harus dilihat dari perspektif teori korupsi yang lebih sistemik. Ia merujuk pada formula korupsi klasik dari Robert Klitgaard: korupsi terjadi karena adanya monopoli kekuasaan dan diskresi yang luas tanpa diimbangi akuntabilitas yang memadai.
"Proyek triliunan rupiah di Sumut ini adalah contoh nyata bagaimana monopoli dan diskresi pejabat publik menjadi lahan subur korupsi. Pejabat memiliki kewenangan mutlak untuk menentukan pemenang tender, dan ketika akuntabilitas dari lembaga pengawas internal maupun publik lemah, penyalahgunaan kekuasaan hampir pasti terjadi," tegasnya.
Langkah KPK memanggil belasan saksi, termasuk Rektor USU dan para pejabat dinas, menurutnya, adalah upaya paksa untuk membangun kembali rantai akuntabilitas yang telah putus dan membuatnya menjadi amat rasional di mata publik.
Lebih lanjut, Siregar menyoroti potensi adanya konflik kepentingan yang rawan terjadi ketika institusi akademik bersinggungan dengan proyek pemerintah.
Menurutnya, akademisi sering dilibatkan sebagai tenaga ahli untuk memberikan legitimasi teknis atau ilmiah pada sebuah proyek.
"Di sinilah letak kerawanannya. Apakah keterlibatan itu murni untuk kajian objektif, atau ada 'pesanan' untuk meloloskan proyek? Integritas institusi pendidikan tinggi dipertaruhkan. Jika seorang akademisi atau institusi bertindak atas dasar keserakahan (greed) dan memanfaatkan kesempatan (opportunity) karena lemahnya pengawasan, maka mereka telah mengkhianati marwah intelektualnya," jelas Siregar.
Sulit bagi saya membayangkan di sebuah negeri jabatan rektor dikesankan berada di bawah dan bahkan seolah justu menjadi instrumentasi pelengkap birokrasi lokal dalam kedudukan moral yang semestinya sebagai garda terdepan nalar akademik peradaban bangsa.
Posisi seperti itu yang mendasari pandangan dunia (world view) bahwa jabatan rektor itu jauh berada di atas menteri apapun di sebuah negara, karena ia adalah presiden komunitas paling terdidik dan yang terus tanpa henti membenahi peradaban.
Dari sudut pandang teori pilihan rasional (rational choice theory), para pelaku korupsi selalu menghitung untung-rugi.
Jika manfaat yang didapat dari korupsi jauh lebih besar dari risiko hukuman, maka tindakan koruptif akan terus terjadi.
"Pemanggilan ini harus menjadi sinyal keras dari KPK bahwa exposure atau risiko pengungkapan kini ditingkatkan. Siapapun yang terlibat, sekecil apapun perannya, dapat terseret. Ini tak boleh hanya menjadi sekadar terapi kejut, melainkan semestinya menjadi bagian penting dari kalkulasi cermat untuk transformasi kekorupsian nasional Indonesia Raya yang lebih bertaqwa, beriman dan beradab.
Shohibul Anshor Siregar berharap KPK tidak berhenti pada lima tersangka yang sudah ditetapkan.
Pemanggilan Rektor USU harus menjadi momentum untuk membangun peta jalan yang lebih jelas untuk menelusuri aliran dana dan pengaruh hingga ke aktor-aktor intelektual di baliknya.
"Publik Sumut menunggu gebrakan nyata. Kasus ini adalah ujian bagi KPK untuk membuktikan bahwa tidak ada satu pun institusi, termasuk universitas, yang kebal hukum jika terindikasi terlibat dalam pusaran korupsi yang merugikan rakyat," tutupnya. (aag)
Load more