Demokrat Bongkar Kelemahan PAD DKI: Target Terlalu Rendah Tapi Ketergantungan Tinggi
- dok. Demokrat
Jakarta, tvOnenews.com - Fraksi Partai Demokrat DPRD DKI Jakarta menilai kinerja Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun anggaran 2024 patut diapresiasi, namun menyoroti banyaknya potensi yang belum dimanfaatkan secara maksimal.
Mereka pun mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan diversifikasi sumber pendapatan guna memperkuat struktur fiskal daerah.
Hal ini dikatakan saat menyampaikan pandangan fraksi terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2024.
“Pemprov DKI harus lebih kreatif menggali potensi penerimaan baru, bukan hanya bergantung pada sektor properti dan otomotif yang rentan fluktuasi pasar,” tegas Ketua Fraksi Partai Demokrat, Ali Muhammad Johan, usai Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta, Senin (17/6/2025).
Ali mengungkapkan, kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah tercatat sebesar 69,5 persen, dengan realisasi mencapai Rp50,74 triliun dari target Rp50,45 triliun.
Pajak daerah menjadi penyumbang terbesar, yakni Rp44,45 triliun atau 60,93 persen dari total pendapatan daerah yang mencapai Rp72,95 triliun.
Namun, Ali menyoroti bahwa dominasi penerimaan masih sangat bergantung pada lima jenis pajak utama-PKB, BBNKB, PBBKB, PBBP2, dan BPHTB-yang menyumbang Rp34,2 triliun atau 46,89 persen dari total pendapatan daerah.
Menurutnya, ini mencerminkan kelemahan struktural yang dapat menjadi risiko saat pasar kendaraan dan properti melemah, seperti yang terjadi pada 2024.
Untuk itu, Demokrat mengusulkan empat langkah strategis guna memperluas sumber pendapatan:
1. Monetisasi Aset Daerah tanpa menjual aset, dengan memanfaatkan aset fisik dan non-fisik yang belum produktif menjadi sumber pendapatan berulang.
2. Perluasan Basis Pajak Digital, agar sektor ekonomi digital turut memberi kontribusi signifikan bagi daerah.
3. Optimalisasi Kinerja BUMD, melalui efisiensi dan inovasi agar menghasilkan dividen yang lebih besar.
4. Modernisasi Sistem Parkir, dengan pembentukan BUMD khusus perparkiran dan penerapan sistem pembayaran online dan real-time.
Ali juga mengkritisi target pendapatan yang dinilai terlalu rendah. Hal ini terlihat dari realisasi yang melampaui target di sejumlah jenis pajak seperti PKB, BBNKB, PBBKB, Pajak Reklame, dan PBJT.
“Realisasi ini menandakan target terlalu rendah dan melemahkan insentif OPD untuk menggali potensi sesungguhnya,” ucapnya.
Ia pun meminta kejelasan atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait kekurangan pemungutan dan salah hitung pada beberapa jenis pajak, seperti reklame, alat berat, air tanah, dan PBJT.
“Kita harus tahu kenapa hal ini bisa terjadi. Harus ada langkah korektif dari pemda,” tegasnya.
Sementara itu, retribusi daerah tercatat mencapai Rp713,72 miliar atau 110,18 persen dari target.
Namun, Ali mengingatkan agar capaian tersebut tidak menipu, sebab beberapa target ditetapkan terlalu rendah sejak awal.
“Beberapa retribusi usaha bahkan melampaui 150 persen, seperti pemakaian kekayaan daerah yang mencapai 171 persen. Tapi di sisi lain, capaian retribusi pasar grosir dan pertokoan hanya 37,58 persen,” ujarnya.
Sebagai solusi, Demokrat mendorong digitalisasi retribusi untuk menutup celah kebocoran, evaluasi menyeluruh terhadap OPD yang gagal memenuhi target, kajian penerapan Electronic Road Pricing (ERP) di kawasan padat kendaraan, penyesuaian tarif Lokbin dan Loksem, serta penguatan retribusi dari sektor perizinan komersial.
“Kami tidak sekadar mengapresiasi capaian angka, tetapi juga menuntut langkah strategis dan struktural agar pendapatan daerah semakin kuat dan berkelanjutan,” pungkas Ali. (agr/muu)
Load more