Polemik 4 Pulau di Aceh yang Masuk Sumut, Ketua Umum PSN Wanti-wanti Mendagri: Luka Lama Itu Belum Sembuh
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Polemik sengketa 4 pulau di wilayah perairan Aceh sedang memanas setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerbitkan keputusan yang menetapkannya sebagai bagian dari Sumatera Utara.
Empat pulau tersebut adalah Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan.
Bagi masyarakat Aceh, keempat pulau itu tidak sekadar titik geografis (batas wilayah), tetapi juga bagian dari sejarah rakyat Serambi Mekkah.
Reaksi keras terkait sengketa teritorial itu sontak menyeruak dari tokoh-tokoh lokal, termasuk Gubernur Aceh dan organisasi kemasyarakatan.
Ketua Umum Prabu Satu Nasional (PSN), Teungku Muhammad Raju, menyampaikan sikap tegas terhadap polemik tersebut.
Ia memperingatkan pemerintah pusat agar tidak bermain-main dengan batas wilayah Aceh yang telah lama menjadi simbol perjuangan dan luka sejarah.
“Saya peringatkan Mendagri dan siapa pun yang sedang bermain-main dengan batas wilayah Aceh. Empat pulau itu adalah bagian sah dari Aceh, tidak bisa ditawar, apalagi dijadikan komoditas politik. Jangan korek luka lama! Luka itu belum sembuh, dan kalau dipaksa terbuka, luka itu bisa bernanah lebih besar dari yang kalian kira," kata Teungku dalam keterangan tertulis, Jumat (13/6/2025).
Teungku Raju menekankan bahwa Aceh tidak bisa dipandang hanya sebagai wilayah administratif semata. Ia menilai Aceh memiliki nilai historis dan politik yang tak terpisahkan dari identitas rakyatnya.
Menurutnya, Aceh memiliki perjanjian-perjanjian politik yang mengikat secara hukum dan moral. Ia juga menegaskan bahwa pihaknya bukan anti-negara, melainkan menolak segala bentuk pengingkaran sejarah.
“Kami bukan anti-negara. Tapi kami anti segala bentuk pengingkaran sejarah. Jika Jakarta ingin membangun masa depan, jangan rusak pondasi kepercayaan yang sudah susah payah dibangun pasca-kesepakatan damai,” ucapnya.
Lebih lanjut, Teungku mengingatkan bahwa masyarakat Aceh memiliki ingatan kolektif yang kuat mengenai kedaulatan dan harga diri.
Hal yang mungkin dianggap teknis oleh pemerintah pusat, bisa dipandang sebagai bentuk pelecehan terhadap sejarah panjang perjuangan Aceh.
“Kami tidak akan diam jika tanah Aceh dirampas diam-diam. Jangan uji kesabaran rakyat Aceh. Ini bukan soal politik, ini soal harga diri.”
PSN menyerukan seluruh elemen masyarakat Aceh, termasuk tokoh adat, ulama, hingga pemuda, untuk bersatu menjaga kedaulatan wilayah.
Ia juga meminta pemerintah pusat agar berhati-hati dalam mengambil keputusan menyangkut batas wilayah, karena berpotensi memicu resistensi moral dari rakyat Aceh.
Keputusan yang menjadi sumber polemik tersebut merupakan buntut Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.
Dalam aturan yang ditandatangani pada 25 April 2025 itu, disebutkan bahwa empat pulau yang selama ini diyakini berada dalam wilayah Aceh dimasukkan ke dalam Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau akrab disapa Mualem, juga menyatakan penolakannya secara terbuka.
Ia menegaskan bahwa keempat pulau tersebut adalah bagian dari wilayah Aceh, baik secara sejarah maupun data administratif.
"Ya, empat pulau itu sebenarnya adalah kewenangan Aceh, jadi kami punya alasan kuat, punya bukti kuat, punya data kuat, sejak dahulu kala itu memang punya Aceh," kata Manaf di JCC, Jakarta, Kamis (12/6/2025).
Mualem juga menambahkan bahwa secara iklim dan historiografi, keempat pulau itu selaras dengan karakteristik wilayah Aceh.
"Itu memang hak Aceh. Jadi saya rasa itu memang betul-betul Aceh, dia sudah punya segi sejarah, perbatasan iklim, jadi tidak perlu, itu saja, itu alasan yang kuat, bukti yang kuat seperti itu," tuturnya.
Kini, sengketa 4 pulau tersebut menjadi perhatian luas, bukan hanya karena aspek administratif, tetapi juga karena menyentuh sensitivitas sejarah dan identitas masyarakat Aceh.
Oleh karena itu, jika tidak diselesaikan secara bijak, keributan ini berpotensi membangkitkan kembali ketegangan antara pusat dan daerah yang telah lama diupayakan untuk diredam. (rpi)
Load more