Jakarta, tvOne
DMO mewajibkan seluruh produsen minyak goreng yang akan melakukan ekspor untuk mengalokasikan 30 persen dari volume produksinya untuk kebutuhan dalam negeri.
Sementara DPO mengatur harga minyak sawit mentah (CPO) di Tanah Air.
“Kebijakan demikian yang terburu-buru menyebabkan pasokan semu yang tidak berkelanjutan serta harga minyak goreng kemasan yang tidak terkendali,” kata Deddy kepada awak media, Jumat, 25 Maret 2022.
Kebijakan selanjutnya adalah pemberian subsidi untuk minyak goreng curah melalui skema BPDPKS. Menurut Politikus PDIP itu, hal ini juga sangat rentan terhadap penyimpangan dalam bentuk migrasi konsumen, penimbunan dan penyeludupan serta pengalihan minyak goreng curah ke industri dan ke luar negeri.
Demikian pula kebijakan menaikkan pungutan ekspor (levy). Menurut Deddy, hal ini tidak akan efektif jika disparitas harga pasar internasional dengan domestik masih cukup lebar.
Menurut pria kelahiran Pematang Siantar ini, mengatasi kelangkaan minyak goreng sebenarnya tidak terlalu sulit. Sebab, fundamentalnya adalah memastikan adanya pasokan bahan baku yang cukup dan rantai pasok/sistem distribusinya tidak bocor.
“Masalah fundamental tersebut hanya bisa diatasi jika ada pengaturan tata niaga yang baik, adil dan transparan serta pengawasan, penegakan hukum yang konsisten dan efektif,” kata Deddy.
Deddy menilai, Kenaikan harga minyak goreng yang konsisten sejak akhir tahun 2021, sebenarnya adalah akibat pengaruh melonjaknya harga komoditas CPO dan turunannya di pasar dunia. Hal ini mendorong para pengusaha melakukan ekspor untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya, sehingga menyebabkan kelangkaan dan memicu kenaikan harga. (umm/ant)
Load more