Bisnis Hiburan Makin Tertekan, Asphija Minta Keadilan dalam Penyusunan Ranperda KTR
- istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) keberatan dan menolak usulan tempat hiburan malam di Jakarta seperti bar, klub malam, kafe, dan karaoke masuk dalam kawasan yang bebas asap rokok atau kawasan tanpa rokok (KTR).
“Kami berharap anggota dewan legislatif dalam menyusun kebijakan ini benar-benar objektif dan melihat dari segala sudut pandang. Sesuai dengan undang-undang, bukan pelarangan total, melainkan pembatasan dan disertai dengan penyediaan tempat khusus merokok (TKM). Yang mana TKM ini sudah disediakan dan diterapkan di berbagai tempat hiburan. Pelaku usaha tempat hiburan adalah pihak yang sangat concern untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi konsumen,” tegas Hana Suryani, Ketua Umum Asphija saat dikonfirmasi melalui sambungan seluler.
Diketahui pada bulan April 2025, DPRD Provinsi DKI Jakarta telah resmi membentuk Panitia Khusus (Pansus) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan mengusulkan pelarangan merokok di berbagai tempat hiburan malam.
Hana menyayangkan, dalam penyusunan regulasi, segmen industri hiburan malam masih dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif.
Padahal segmen industri ini dikenai pajak yang tinggi dan memberikan sumbangsih pendapatan asli daerah (PAD) yang signifikan.
“Industri hiburan malam adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sektor pariwisata. Legalitasnya jelas. Izinnya ketat. Pengenaan pajaknya tinggi, tarif minimal 40% hingga maksimal 75%. Kami mohon dalam penyusunan peraturan ini jangan sepihak. Jangan lupakan juga bahwa sektor hiburan malam menjadi tumpuan hidup bagi 80.000 pekerja sektor informal,” paparnya.
Sebagai pihak yang terdampak langsung dengan rencana aturan ini, Asphija mempertanyakan hasil kajian dalam penyusunan Ranperda KTR tersebut.
Apalagi DPRD DKI Jakarta mengemukakan akan merampungkan Ranperda KTR ini dalam waktu dua bulan.
“Kami mohon dalam menyusun aturan, kajiannya harus jelas. Apakah naskah akademiknya sudah mengkaji pembagian cluster industri hiburan malam. Kemudian, bagaimana dengan observasi atas penerapan di lapangan. Pelaku usaha di industri ini sudah banyak yang tiarap. Sejak dari pandemi COVID, belum bisa bangkit. Ditambah situasi ekonomi saat ini yang semakin memberatkan mereka. Tolong jangan semakin dibebani dengan larangan seperti ini. Sama saja dengan upaya membunuh, menghilangkan industri hiburan malam,” jelas Hana.
Asphija, lanjutnya, menunggu pembuat kebijakan untuk mengundang pihaknya agar dapat berdiskusi membahas Ranperda KTR ini secara komprehensif.
“Sebagai pihak terdampak, kami punya hak hidup, punya posisi yang sama di mata hukum. Usaha kami legal, punya izin yang jelas, bermanfaat dan berkontribusi bagi masyarakat. Rancangan peraturan ini harus lah benar-benar adil, berimbang, dan menjunjung tinggi transparansi. Sebagai pihak yang terdampak, kami harus dilibatkan,” tegas Hana.
Di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global, ketika para pemimpin negara menjemput bola, mencari pembiayaan dari luar negeri, Hana berharap langkah yang sama juga dilakukan oleh para pemimpin di dalam negeri.
“Bagaimana bisa survive ekonominya jika industri dalam negerinya dibunuh dengan peraturan yang tidak adil. Harusnya pengambil kebijakan dapat memberikan solusi yang jelas agar industri ini dapat terus bertumbuh,” tutup Hana. (aag)
Load more