Pengerahan Prajurit TNI Amankan Kantor Kejaksaan Tuai Polemik, Usman Hamid: Tidak Memiliki Dasar Hukum!
- istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Buntut surat telegram tertanggal 6 Mei 2025 yang memerintahkan pengerahan alat kelengkapan dan personel TNI guna mendukung Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia, ternyata menuai polemik, bahkan menuai komentar dari berbagai pihak.
Satu di antaranya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang mendesak Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto untuk segera mencabut surat telegram tertanggal 6 Mei 2025 yang memerintahkan pengerahan alat kelengkapan dan personel TNI guna mendukung Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia.
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, telegram tersebut melanggar konstitusi dan sejumlah undang-undang, serta mengancam independensi penegakan hukum di Indonesia.
"Pengerahan seperti ini semakin menguatkan adanya intervensi militer di ranah sipil khususnya di wilayah penegakan hukum," kata Usman dalam keterangannya, Minggu (11/5/2025).
Selain itu, Usman menjelaskan, tugas dan fungsi TNI seharusnya fokus pada aspek pertahanan dan tidak masuk ke ranah penegakan hukum yang dilaksanakan oleh Kejaksaan sebagai instansi sipil.
Apalagi, kata dia, hingga saat ini belum ada regulasi tentang perbantuan TNI dalam rangka operasi militer selain perang (OMSP) terkait bagaimana tugas perbantuan itu dilaksanakan.
"Kami menilai bahwa kerangka kerja sama bilateral antara TNI dan Kejaksaan tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menjadi dasar pengerahan pasukan perbantuan kepada Kejaksaan. MoU tersebut secara nyata telah bertentangan dengan UU TNI itu sendiri," beber Usman.
Menurut Usman, pengamanan institusi sipil penegak hukum kejaksaan tidak memerlukan dukungan berupa pengerahan personil TNI karena tidak ada ancaman yang bisa menjustifikasi mengharuskan pengerahan satuan TNI.
"Pengamanan institusi sipil penegak hukum cukup bisa dilakukan oleh misalkan satuan pengamanan dalam (satpam) kejaksaan. Dengan demikian, surat telegram itu sangat tidak proporsional terkait fungsi perbantuannya dan tindakan yang melawan hukum serta undang-undang," katanya.
Usman berpendapat bahwa surat perintah itu berpotensi mempengaruhi independensi penegakan hukum, karena kewenangan penegakan hukum tidak sepatutnya dicampuradukkan dengan tugas fungsi pertahanan yang dimiliki oleh TNI.
"Surat perintah pengerahan ini semakin menguatkan dugaan masyarakat akan kembalinya dwifungsi TNI setelah UU TNI direvisi beberapa bulan lalu dan bahkan salah satu pasal yang menambahkan Kejaksaan Agung sebagai salah satu institusi yang dapat diintervensi oleh TNI," ujarnya.
Load more