Pemilik Klinik GSC Pilih Lapor ke Polda Metro Jaya Usai Dituding Lakukan Pengrusakan dan Intimidasi
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Pemilik klinik GSC berinisial IK melalui kuasa hukumnya yakni Krisna Murti memilih melaporkan rekan bisnisnya ke Polda Metro Jaya.
Adapun laporan tersebut teregister dengan Nomor: LP/B/2079/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 24 Maret 2025 atas dugaan tindak pidana Pengrusakan, Pemerasan dan memasuki pekarangan/tempat tinggal tanpa izin sehubungan dengan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHP dan atau Pasal 335 KUHP dan atau Pasal 167 KUHP.
Krisna Murti mengatakan laporan yang dilayangkan pihaknya itu berupa respons dari perkara yang ada.
Sebab, sebelumnya IK dilaporkan rekan bisnisnya yakni Pemilik Klinik Beauty District (BD) yakni DJR ke Polres Metro Jakarta Utara.
Laporan tersebut diterima oleh Polres Metro Jakarta Utara dengan nomor LP/B/659/V/2024/SPKT/Polres Metro Jakut/Polda Metro Jaya atas dugaan Tindak Pidana Penipuan/Perbuatan Curang sebagaimana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 406 KUHP.
Krisna menuturkan kasus ini sendiri berawal dari kerja sama bisnis yang dilakukan oleh kedua belah pihak.
Ia menjelasakan kliennya yakni GSC sepakat menyediakan ruko di tiga lokasi diantaranya di kawasan PIK, Jakarta Utara untuk digunakan oleh BD menjadi klinik.
Menurutnya penggunaan ini ruko ini tidak diminta bayaran hingga berjalannya waktu mulai muncul perselisihan hingga berujung laporan polisi.
Krisna Murti pun membantah kliennya telah bertindak semena-mena kepada karyawan BD.
"Telah disepakati bahwa seragam yang dipakai karyawan GSC dan BD terdapat bordiran logo masing-masing klinik. Tidak ada paksaan dengan pakaian seragam," kata Krisna, Jakarta, Jumat (2/5/2025).
Tak hanya itu, Krisna turut membantah adanya pencabutan CCTB oleh karyawan GSC di ruang praktik klinik.
Menurutnya pencabutan CCTV dilakukan oleh operator mengingat berada di ruang yang memerlukan pasien untuk membuka pakaiannya dan hak privasi.
Krisna turut membantah tudingan intimidasi terhadap karyawan BD berinisial R yang dilakukan pihak GSC.
Kendati demikian, pihak BD justru mengambil mesin keluar dari klinik hingga karyawannya tak ada lagi yang masuk bekerja dan tidak menanggapi pertanyaan GSC.
"Workplace bullying yang diduga terjadi kepada karyawan BD, itu adalah karangan cerita dari pihak BD, bahwa yang sebenarnya terjadi adalah keresahan yang ditimbulkan oleh karyawan BD yang bernama R yang tidak kooperatif karena tidak ingin memindahkan mesin dan barang yang sebelumnya sudah dimintakan berkali-kali," kata Krisna.
"Pelarangan masuk karyawan BD hanya ditujukan kepada R yang sudah dimintakan penggantian karyawan BD dengan alasan sikap dan perilaku yang tidak baik yang telah menimbulkan keresahan dan lingkungan kerja yang tidak nyaman di klinik," sambungnya.
Krisna menegaskan tidak ada pengerusakan yang terjadi dan memastikan seluruh barang diambil dalam keadaan baik dengan tanda terima.
Sebab, kata Krisna, mesin diambil langsung oleh pihak BD dari lokasi klinik tanpa izin atau pemberitahuan terlebih dahulu.
"Barang dari klinik sendiri diambil oleh pihak Beauty District pada November 2024, atau setelah 6 bulan laporan polisi dibuat DJR di Polres Metro Jakarta Utara," katanya.
Di sisi lain, Krisna mempertanyakan kliennya ditetapkan sebagai tersangka setelah laporan tersebut dibuat.
Pasalnya, kata Krisna, ganti rugi diminta oleh BD berdasarkan somasi yang disampaikan ke GSC menuntut ganti rugi sebesar Rp 811 juta.
Krisna menyebut pihak uang GSC awam dengan hukum dan bingung menanggapinya sehingga pimpinannya tersebut dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Utara atas dugaan tindak pidana pengrusakan.
Ia pun menilai penetapan tersangka terhadap kliennya tersebut dinilai cacat hukum.
"Bagaiamana bisa dikatakan mengerusak mesin dan barang? Apa unsur-unsurnya, apa yang dirusak, siapa yang merusak, siapa saksi-saksinya, menggunakan alat apa merusaknya Polres Jakarta Utara harus membuktikan mens rea dari dugaan tindak pidana tersebut," katanya.
Di sisi lain, Krisna menilai jika tudingan BD terkait GSC tidak beritikad baik dan meminta tanggung jawab atas kerugian materil maka ranahnya menjadi perdata bukan pidana. (raa)
Load more