Sampai Menangis, Soeharto Menyesal Tak Dengarkan Omongan Benny Moerdani: Kowe Bener, Ben...
- Kolase Tvonenews.com
tvOnenews.com - Hubungan antara Presiden RI ke-2 Soeharto dan Jenderal (Purn) Leonardus Benny Moerdani, salah satu tokoh militer paling berpengaruh di era Orde Baru, sempat begitu erat dan harmonis.
Benny bahkan dijuluki sebagai "anak emas" Soeharto oleh beberapa pengamat dan rekan sejawat karena kariernya yang cemerlang di tubuh ABRI (sekarang TNI).
Namun, kisah kedekatan itu tak bertahan selamanya.
Di balik hubungan yang akrab, ternyata ada ketegangan yang berujung pada retaknya ikatan antara dua tokoh besar ini.
- Istimewa
Puncaknya terjadi saat Benny Moerdani dicopot dari jabatannya sebagai Panglima ABRI menjelang Sidang Umum MPR.
Pencopotan ini dianggap janggal, karena biasanya pergantian Panglima ABRI dilakukan bersamaan dengan pembentukan kabinet baru.
Setelah itu, pasukan Kopkamtib—yang dipimpin oleh Benny—ikut dibubarkan.
Meskipun kemudian Soeharto mengangkat Benny sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan, jabatan itu dianggap hanya simbolis.
Benny sendiri merasa perannya dalam kekuatan militer semakin terkikis.
Keretakan hubungan Soeharto dan Benny Moerdani tidak terjadi begitu saja.
Menurut berbagai sumber, akar persoalan justru berasal dari keberanian Benny mengkritik keterlibatan anak-anak Soeharto dalam urusan bisnis negara, terutama yang berkaitan dengan proyek-proyek militer.
Letjen (Purn) Haryoto PS, mantan Kepala Staf Sosial Politik ABRI, menyebut bahwa Benny pernah menyuarakan kritik tajam kepada Soeharto terkait praktik bisnis anak-anaknya.
Kritik tersebut rupanya membuat Soeharto tersinggung berat.
"Bapake nesu banget mergo anake dipermasalahke (Bapak marah sekali karena anak-anaknya dipermasalahkan)," ujar Haryoto, mengungkapkan kemarahan Soeharto saat itu.
Kisah lain datang dari Brigjen (Purn) Ben Mboi.
Dalam sebuah perbincangan, Benny sempat bercerita tentang momen saat dirinya mencoba menasihati Soeharto di kediaman Cendana.
Saat itu, mereka tengah bermain biliar. Benny menyampaikan agar Soeharto menjaga jarak anak-anaknya dari kekuasaan.
Reaksi Soeharto sungguh di luar dugaan—ia langsung meletakkan stik biliar, berjalan ke kamar tidur, dan meninggalkan Benny sendirian.
Tak hanya sampai di situ, Benny juga pernah menolak campur tangan putra Soeharto, Sigit Harjojudanto, dalam proyek pengadaan alutsista.
Bahkan, Benny dilaporkan pernah menahan paspor Sigit agar tidak bisa bepergian ke luar negeri untuk berjudi.
Berbagai sikap tegas inilah yang membuat hubungan mereka merenggang.
Namun di akhir hayat Benny Moerdani, Soeharto datang menjenguknya di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.
Menurut pengakuan salah satu asisten Benny yang menyaksikan langsung, pertemuan itu sangat emosional.
Soeharto, dengan mata berkaca-kaca, menyatakan penyesalannya karena tak mendengarkan nasihat Benny sejak awal.
"Kowe pancen sing bener, Ben. Nek aku manut nasihatmu, ora koyo ngene... (Kamu memang yang benar, Ben. Seandainya aku menuruti nasihatmu, tak akan seperti ini...)" kata Soeharto.
Kalimat penuh penyesalan itu menjadi saksi bisu dari sebuah persahabatan yang terjalin erat, namun rusak karena konflik kepentingan dan keberanian berkata jujur.
Dua hari setelah kunjungan Soeharto ke rumah sakit, Benny Moerdani menghembuskan napas terakhirnya pada 29 Agustus 2004.
Kini, kisah mereka menjadi bagian penting dalam sejarah politik dan militer Indonesia, serta pelajaran berharga tentang kekuasaan, kejujuran, dan penyesalan di akhir masa. (abs/tsy)
Load more