Menyayat Hati, Ucapan Terakhir Ade Irma Suryani yang Gugur dalam Serangan G30S PKI di Rumah Jenderal Nasution
- Dok-Wikipedia
tvOnenews.com - Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S PKI) mencatatkan salah satu babak kelam dalam sejarah Indonesia, di mana tragedi memilukan terjadi di rumah Jenderal Abdul Haris Nasution.
Salah satu momen yang paling menyentuh dan mengharukan adalah serangan brutal yang mengakibatkan gugurnya putri Jenderal Nasution, Ade Irma Suryani Nasution, yang baru berusia lima tahun.
Kronologi Serangan di Rumah Jenderal Nasution
Pada dini hari 1 Oktober 1965, pasukan Cakrabirawa—pasukan elit yang seharusnya melindungi Presiden Indonesia—menyerbu rumah Jenderal AH Nasution dengan tujuan menculik sang Jenderal.
- istimewa
Serangan ini adalah bagian dari upaya kudeta yang direncanakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Ketika pasukan tersebut menyerbu rumahnya, Jenderal Nasution berhasil melarikan diri dengan melompat pagar, tetapi putrinya yang masih kecil, Ade Irma, menjadi korban keganasan tembakan para tentara Cakrabirawa.
Istri Jenderal Nasution, Johanna Sunarti Nasution, meskipun dalam kondisi penuh bahaya, berusaha sekuat tenaga untuk melindungi putrinya.
Namun, peluru-peluru itu tetap menembus tubuh kecil Ade Irma. Pada usia yang sangat muda, Ade Irma harus menghadapi nasib tragis ini dalam upaya kudeta yang brutal.
Kata-Kata Terakhir Ade Irma
Ade Irma, meskipun terluka parah akibat tembakan di punggungnya, menunjukkan ketegaran yang luar biasa di tengah peristiwa mengerikan tersebut.
- Dok-Wikipedia
Dalam sebuah wawancara yang disiarkan oleh TV One, kakaknya, Hendrianti Sahara Nasution, mengungkapkan kata-kata terakhir yang begitu menyentuh dari Ade Irma.
Dalam kondisi terluka, Ade Irma dengan tegas mengatakan kepada kakaknya, “Kakak jangan menangis, adik sehat.”
Ucapan tersebut menjadi simbol ketegaran seorang anak kecil yang tidak mengerti sepenuhnya bahaya yang sedang mengancamnya, namun tetap berusaha menghibur keluarganya di tengah penderitaan.
Tak hanya itu, Ade Irma juga sempat bertanya kepada ibunya, Johanna, dengan polos, “Mama, kenapa Ayah ditembak?”
Ade Irma masih memikirkan keselamatan ayahnya, Jenderal Nasution.
Hal ini semakin menambah beratnya beban emosional bagi sang ibu yang tengah berjuang untuk menyelamatkan putrinya.
Perjuangan di Rumah Sakit dan Kematian Tragis
Setelah serangan tersebut, Johanna segera membawa Ade Irma ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.
Meskipun dokter melakukan operasi besar untuk menyelamatkan nyawanya, luka-luka yang diderita Ade Irma terlalu parah.
Tiga peluru telah bersarang di punggungnya, dan nyawanya tidak dapat diselamatkan.
Lima hari setelah penembakan, pada 6 Oktober 1965, Ade Irma Suryani Nasution menghembuskan nafas terakhirnya.
Kematian Ade Irma menjadi simbol kepedihan dan tragedi yang menyertai peristiwa G30S PKI.
Dia adalah korban termuda dari kekejaman yang dilakukan oleh kelompok yang berusaha merebut kekuasaan melalui cara kekerasan.
Kehilangan ini tentu memberikan luka yang mendalam bagi keluarga Nasution, terutama bagi Jenderal AH Nasution yang selamat dari upaya penculikan namun harus merasakan kehilangan yang begitu besar.
Duka Mendalam dan Warisan Kepahlawanan
Ade Irma Suryani Nasution bukan hanya menjadi korban kekerasan, tetapi juga menjadi lambang dari perjuangan bangsa Indonesia untuk melawan ancaman yang ingin mengancam stabilitas negara.
Kisahnya terus dikenang sebagai pengingat akan betapa kejamnya tragedi G30S PKI dan sebagai peringatan bahwa kekerasan seperti itu membawa dampak yang sangat besar bagi keluarga dan bangsa.
Atas keberaniannya, Jenderal AH Nasution diberikan gelar kehormatan sebagai Jenderal Besar TNI oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Keppres No 46/ABRI/1997 pada 30 September 1997.
Kehilangan Ade Irma tetap menjadi kenangan yang menghantui keluarga Nasution, namun juga merupakan bagian dari sejarah penting bangsa Indonesia.
Tiga tahun setelah menerima gelar Jenderal Besar, Jenderal Nasution meninggal dunia pada 6 September 2000, meninggalkan warisan sejarah yang tidak akan pernah dilupakan. (adk/tsy)
Load more