Pengamat: Ijazah Jokowi Isu Musiman saat Suhu Politik Meningkat, Bukan Semata Tentang Keabsahan
- Istimewa
“Tidak sedikit investor asing yang menjadikan kepastian hukum dan stabilitas politik sebagai parameter utama. Ketika narasi-narasi seperti ini terus dikapitalisasi tanpa kendali, dampaknya bukan hanya politik domestik, tapi juga reputasi Indonesia di mata dunia,” kata Pieter.
Di sisi lain, Pieter berpandangan bila narasi ijazah palsu itu muncul beriringan dengan transisi kekuasaan menuju pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Jika kita tarik benang merahnya, kampanye narasi semacam ini bukan semata menyerang Jokowi, tapi bisa menjadi upaya sistematis untuk mengganggu legitimasi pemerintahan berikutnya,” kata dia.
Tak hanya itu, dia melihat bahwa demonstrasi dan aksi publik yang mengusung isu ijazah palsu Jokowi sering kali dibungkus dengan semangat keterbukaan, namun ironisnya tidak membawa data baru.
“Yang justru muncul adalah nada agitasi, provokasi, dan seruan-seruan yang berpotensi menjerumuskan bangsa ke dalam kubangan instabilitas,” katanya.
Untuk itu, Pieter berpendapat aparat penegak hukum tidak bisa terus bersikap permisif dalam merespons isu tersebut. Dia menyebut meskipun demokrasi memberi ruang untuk berbeda pendapat, tapi bukan berarti untuk menyebar fitnah.
“Negara tidak boleh abai ketika kebebasan digunakan sebagai tameng untuk merusak. Ketegasan bukanlah musuh demokrasi, melainkan pelindung akal sehat publik,” tegas dia.
Pieter mengingatkan bila pemerintahan Prabowo-Gibran akan dihadapkan pada tantangan berat, antara lain menjaga stabilitas politik, mempercepat pemulihan ekonomi, dan memastikan Indonesia tetap menjadi tujuan investasi yang menarik.
Oleh karenanya, kata dia, segala bentuk disinformasi yang melemahkan kepercayaan publik harus dilawan dengan pendekatan hukum yang tegas dan edukasi publik yang menyeluruh.
Lebih lanjut, dia mengatakan elite politik dari semua spektrum perlu melakukan instrospeksi. Menurutnya, bangsa Indonesia tidak kekurangan persoalan substansial untuk dibahas dari kemiskinan, pendidikan, hingga perubahan iklim.
“Mari kita arahkan energi politik kita pada isu-isu nyata yang menyentuh hidup rakyat banyak, bukan pada narasi-narasi busuk yang hanya menguntungkan kelompok kecil dengan agenda sempit," kata Pieter.
Dia mengajak semua pihak untuk keluar dari jebakan politik yang remeh temeh. Terpenting, demokrasi Indonesia tidak boleh direduksi menjadi panggung fitnah.
Load more