Tanjung Priok Lumpuh Akibat Kemacetan, Pengamat Sebut Butuh Revolusi Logistik
- Muhammad Adimaja-Antara
Jakarta, tvOnenews.com - Kemacetan panjang yang melanda Pelabuhan Tanjung Priok pasca libur Lebaran 2025 menjadi sorotan utama bagi banyak pihak.
Kemacetan yang memanjang hingga lebih dari delapan kilometer dengan antrean ribuan truk logistik yang mengular di sepanjang jalan tidak hanya mengganggu aktivitas pelabuhan tetapi juga memberikan dampak signifikan terhadap akses vital menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
- Istimewa
Pengamat maritim dari IKAL Strategic Center (ISC), Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan peningkatan volume kendaraan ini tidak diimbangi dengan manajemen arus masuk yang adaptif dan efisien.
Meskipun sistem digitalisasi yang diterapkan oleh Pelindo tetap beroperasi dengan baik namun sistem pembatasan dan pengaturan gate pass yang berbasis waktu secara real-time dinilai belum optimal dalam menangani lonjakan volume kendaraan yang terjadi.
Menurutnya persoalan ini lebih dari sekadar kemacetan musiman.
“Dari itu tantangan utama bukan hanya masalah infrastruktur fisik pelabuhan, tetapi juga terletak pada lemahnya regulasi mikro serta kurangnya koordinasi lintas sektor yang terlibat dalam pengelolaan sistem logistik nasional,” kata Hakeng kepada awak media, Jakarta, Jumat (18/4/2025).
"Ini adalah sinyal kegentingan sistem logistik nasional yang memerlukan perhatian serius. Tata kelola pelabuhan harus bertransformasi menjadi sistem yang prediktif dan berbasis data agar dapat mengantisipasi berbagai permasalahan yang timbul,” sambungnya.
Dari data terbaru bahwa aktivitas peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok pada kuartal pertama tahun 2025 tercatat mencapai 1,88 juta TEUs yang mengalami kenaikan sebesar 7,2 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Hakeng menilai meskipun ada peningkatan volume yang signifikan, sistem penerimaan dan pengeluaran kontainer di pelabuhan ini belum memadai untuk menangani lonjakan tersebut.
“Salah satu masalah utama, adalah ketidakakuratan dalam sistem stacking di container yard, yang menyebabkan waktu sandar kapal menjadi lebih lama dan mengarah pada penumpukan dan antrean panjang truk logistik yang keluar dari pelabuhan,” tegasnya.
Hakeng menjelaskan dalam perbandingan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia justru Indonesia masih menghadapi persoalan klasik yang sudah lama terabaikan, seperti antrean kendaraan yang panjang, tumpukan kontainer, serta keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM).
Hakeng mengungkapkan bahwa reformasi sistem logistik pelabuhan Indonesia harus dilakukan secara menyeluruh.
“Rekomendasi yang dapat diimplementasikan untuk mengatasi masalah ini,adalah penerapan sistem pre-booking gate time yang berbasis data real-time,” katanya.
Hakeng memaparkan perlu dilakukannya kajian pengembangan digital twin pelabuhan untuk melakukan simulasi beban harian pelabuhan-pelabuhan di Indonesia.
Menurutnya jika Indonesia ingin menjadi poros maritim dunia, maka sektor logistik khususnya pelabuhan-pelabuhan utama seperti Tanjung Priok harus dikelola dengan lebih baik dan efisien.
“Serta,peningkatan koordinasi yang lebih erat antara Pelindo, Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas), dan asosiasi logistik,” jelas Hakeng.
“Kita harus berpindah dari paradigma reaktif yang hanya menanggulangi masalah setelah terjadi, menuju strategi logistik nasional yang prediktif dan resilien. Jika kita tidak bisa mengelola Tanjung Priok dengan baik, maka impian untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia akan sangat sulit tercapai,” sambungnya.
Hakeng menjelaskan kemacetan parah yang terjadi di Tanjung Priok ini bukan sekadar menghadirkan peringatan, melainkan juga sebuah dapat dijadikan sebuah momentum yang harus dimanfaatkan untuk mempercepat reformasi sektor logistik nasional.
“Jika tidak ada langkah-langkah yang tepat, dan terkoordinasi untuk memperbaiki tata kelola logistik, maka Indonesia akan kesulitan dalam menghadapi lonjakan arus barang yang terjadi pada periode tertentu, serta menjadi kurang kompetitif di pasar global. Berapa banyak kerugian pengusaha truk akibat kemacetan panjang kemarin? Berapa banyak kerugian masyarakat pengguna jalan yang ikut terimbas akibat kemacetan yang terjadi? Bukan hanya dicari siapa yang bertanggung jawab atas kejadian ini, kalau itu sih sudah sangat jelas, tapi mencegah kejadian berulang adalah jauh lebih penting,” ungkapnya.
Hakeng juga mengingatkan bahwa kemacetan yang terjadi di Tanjung Priok itu harus menjadi titik balik untuk mewujudkan sistem logistik yang lebih modern, efisien, dan dapat diandalkan dalam menghadapi tantangan logistik baik di level nasional maupun internasional.
Dalam jangka panjang, langkah-langkah ini diharapkan dapat menciptakan sistem logistik yang lebih tangguh, mampu menghadapi lonjakan musiman.
“Juga, siap bersaing dengan negara-negara tetangga yang telah lebih dulu maju dalam mengembangkan infrastruktur logistik mereka. Tanpa langkah konkret dan reformasi yang menyeluruh, Indonesia berisiko tertinggal jauh dalam persaingan logistik regional dan global,” pungkasnya. (raa)
Load more