Menko Kumham Imipas: Pidana Mati Tidak Dihapuskan, tapi Bersifat Khusus dan Hati-Hati
- Rawpixel-Freepik
Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan pidana mati dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP terbaru tidak dihapuskan.
Namun, katanya, pidana mati ditempatkan sebagai sanksi pidana bersifat khusus dan dijatuhkan serta dilaksanakan secara sangat hati-hati.
"Bagaimanapun hakim dan pemerintah merupakan manusia biasa yang bisa saja salah dalam memutuskan," kata Yusril, Rabu (10/4/2025).
Yusril menyebut pendekatan kehati-hatian tersebut berasal dari penghormatan terhadap hak hidup sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa.
Oleh karena itu, kata Yusril, pidana mati hanya dijatuhkan untuk berbagai kejahatan berat tertentu dan tidak boleh dilaksanakan tanpa pertimbangan mendalam.
Apabila suatu kesalahan terjadi dalam menjatuhkan dan melaksanakan pidana mati, menurut dia konsekuensinya tidak bisa diperbaiki.
Sebab, kata Yusril, orang yang sudah dihukum mati tidak mungkin dihidupkan kembali sehingga kehati-hatian merupakan prinsip yang mutlak.
Oleh karena itu, dalam KUHP terbaru dia menyebutkan pidana mati tidak serta-merta dilaksanakan setelah putusan pengadilan, tapi hanya bisa dieksekusi setelah permohonan grasi terpidana ditolak oleh Presiden.
Permohonan grasi atas penjatuhan pidana mati wajib dilakukan sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pasal 99 dan 100 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP memberi ruang kepada hakim untuk menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun.
Apabila selama masa itu terpidana menunjukkan penyesalan dan perubahan perilaku, ujar dia, maka Presiden bisa mengubah pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup.
Yusril mengatakan jaksa juga diwajibkan KUHP untuk mengajukan tuntutan hukuman mati disertai alternatif hukuman jenis lain, misalnya hukuman seumur hidup, untuk dipertimbangkan majelis hakim.
Terkait dengan perdebatan seputar HAM, Yusril menyebut sikap terhadap pidana mati sangat bergantung pada tafsir filosofis tentang hak hidup.
Menurutnya, beberapa agama pada masa lalu mungkin membenarkan pidana mati berdasarkan doktrin dan hukum agama tersebut.
Akan tetapi, dalam perkembangan teologis masa kini, ada pula tafsir baru yang menolak pidana mati.
Load more