Jakarta, tvOnenews.com - Aksi KPK yang menggeledah kantor Visi Law Office milik Febri Diansyah, di Kawasan Pondok Indah, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Rabu (19/3), menuai pertanyaan publik, hingga Ahli Hukum Pidana dari Universitas Wahid Hasyim (Unwahas), Semarang, Mahrus Ali.
Pasalnya, Mahrus Ali katakan, mengapa penggeledahan tersebut dilakukan tidak lama setelah kantor hukum Febri Diansyah menjadi pengacara Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
"Menurut saya timing-nya yang mencurigakan. Kok baru sekarang setelah Febri dan Rasamala jadi kuasa hukumnya Hasto Kristiyanto," beber Ahli Hukum Pidana Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Mahrus Ali, Rabu (19/3/2025).
Untuk diketahui, Visi Law Office sebelumnya bernama Visi Integritas Law Office dan merupakan kantor hukum yang didirikan mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah bersama mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz pada Oktober 2020.
Seiring berjalannya waktu, tepatnya pada Januari 2022, Rasamala Aritonang turut bergabung.
Rasamala sendiri adalah mantan Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK.
Dalam hal ini, Mahrus Ali akui jika saat ini KPK dalam melakukan penggeledahan tidak harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Pengawas KPK dan pengadilan.
Kata dia, KPK dalam hal ini bisa kapanpun melakukan penggeledahan. Hanya saja, jika melihat waktunya tidak tepat.
Bahkan dia menyinggung kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Febri itu jadi kuasa hukum SYL itu dalam tahap penyelidikan. Kalau benar dalam tahap penyelidikan berarti belum ada tersangkanya. Sementara penggeledahan itu tahapnya dilakukan pada proses penyidikan. Jadi tidak tepat," beber Mahrus Ali.
Pengakuan Kuasa Hukum Hasto
Sementara, Penasihat Hukum Hasto Kristiyanto yakni Todung Mulya Lubis menyatakan jika Sekjen PDIP adalah tahanan politik yang coba dibungkam dengan tuduhan tindak pidana korupsi.
Untuk melawan itu, perlawanan secara hukum menjadi pilihan terakhir yang akan ditempuh.
Hal ini sekaligus sebagai bentuk penghormatan terhadap institusi peradilan dan majelis hakim yang menyidangkan kasus Hasto.
"Hari ini perlawanan politik terhadap kekuasaan yang korup dan pelanggar konstitusi justru dikriminalisasi menggunakan dalih pemberantasan korupsi," beber Todung beberapa waktu lalu.
"Hasto Kristiyanto adalah tahanan politik yang coba dibungkam dengan tuduhan korupsi," lanjutnya.
Kemudian, Pengacara Hasto yang lain, Maqdir Ismail menambahkan, penyidikan perkara terhadap Hasto benar-benar dipaksakan dan melanggar prinsip profesionalitas dan integritas dalam penyidikan.
"Jika sedemikian besar hasrat untuk memenjarakan Hasto Kristiyanto, kenapa harus melewati seolah-olah proses hukum yang akal-akalan seperti ini?" bebernya.
"Bisa dbayangkan proses penyidikan seperti ini kemudian dijadikan bahan persidangan. Tentu saja ini menghina akal sehat kita dan bahkan menghina proses peradilan yang seharusnya dihormati secara seriu," demikian Maqdir Ismail.
Alasan Penggeledahan Kantor Pengacara Febri Diansyah
Diberitakan sebelumnya, penyidik KPK menggeledah Visi Law Office di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Rabu (19/3/2025).
Penggeledahan di kantor firma hukum tersebut berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Benar [digeledah] terkait sprindik [surat perintah penyidikan] TPPU tersangka SYL," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya.
Visi Law Office didirikan oleh beberapa mantan pegawai KPK dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Dari KPK ada eks jubir Febri Diansyah, dan Rasamala Aritonang. Sementara dari ICW ada Donal Fariz.
Terkait penggeledahan kantornya itu, Tribunnews.com masih berusaha meminta konfirmasi kepada Febri Diansyah.
Sebelumnya KPK mengumumkan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka pencucian uang pada Jumat, 13 Oktober 2023.
Perkara TPPU ini merupakan pengembangan dari kasus korupsi di Kementerian Pertanian yang telah menjerat SYL.
Dalam perkara korupsi di Kementan, SYL terbukti secara sah telah melakukan pemungutan kepada pejabat di kementerian tersebut dengan total uang Rp44,2 miliar dan 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS).
Uang tersebut ia gunakan untuk kebutuhan pribadinya dan keluarga, seperti mencicil kartu kredit, perbaikan rumah, perawatan wajah, hingga aliran dana ke Partai Nasdem senilai miliaran rupiah.
Mahkamah Agung (MA) pun menolak permohonan kasasi yang diajukan eks SYL selaku terdakwa kasus pemerasan dan penerimaan gratifikasi.
Hukuman yang dijatuhkan terhadap SYL tetap berupa 12 tahun penjara sebagaimana hukuman yang dijatuhkan pada vonis di tingkat banding.
"Tolak kasasi terdakwa dengan perbaikan mengenai redaksi pembebanan uang pengganti kepada terdakwa," demikian bunyi putusan tersebut dilansir dari situs MA, Jumat (28/2/2025).
"Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp44.269.777.204 ditambah USD30.000," lanjut putusan tersebut. (aag)
Load more