Wamenkum Eddy: KUHAP Baru Perlu Atur Ulang Pra Peradilan dan PK
- Istimewa
Jakarta, tvonenews.com - Wakil Menteri Hukum (Wamenkum), Edward O.S. Hiariej mengatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru perlu mengatur ulang terkait Pra Peradilan dan Peninjauan Kembali (PK).
Hal ini disampaikan Wamenkum saat bertindak sebagai pembicara utama pada kegiatan Seminar Nasional RKUHAP dan Masa Depan Hukum Pidana, yang diselenggarakan oleh Universitas Airlangga.
Terkait pra peradilan, Edward mengatakan, saat ini terdapat lima objek pra peradilan yaitu, sah tidaknya penangkapan dan penahanan; sah tidaknya penghentian penyidikan dan penuntutan; sah tidaknya penyitaan barang bukti; dan sah tidaknya penetapan tersangka; serta ditambah ganti rugi atau rehabilitasi.
Menurut dia, pra peradilan bisa dilakukan untuk semua upaya paksa, mulai dari penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat.
“Pra peradilan nantinya akan diperluas,” ucap Eddy, dikutip Minggu (16/3/2025).
Eddy menyebut bahwa terdapat satu upaya paksa yang belum ada di KUHAP yang berlaku saat ini, yaitu pemblokiran transaksi perbankan.
“Jadi kita berikan definisi bahwa pemblokiran adalah penghentian sementara transaksi perbankan yang dilakukan atas perintah penyidik, penuntut umum, atau hakim, kemudian hal itu juga merupakan objek dari pra peradilan,” jelas Eddy.
Lebih lanjut, Eddy mengatakan pra peradilan harus dilakukan dengan adil. Ketika seseorang mengajukan gugatan pra peradilan, proses hukum itu harus dihentikan untuk sementara waktu.
Dia memandang, yang terjadi saat ini adalah pra peradilan gugur ketika masuk pemeriksaan sidang. Ditambah lagi dengan putusan MK yang menyatakan pra peradilan bisa gugur ketika berkas sudah diberikan kepada penuntut umum.
“Saya kira, karena ia melakukan interupsi terhadap upaya paksa yang dilakukan, maka seharusnya itu distop, dihentikan untuk sementara waktu sampai putusan pra peradilan. Supaya tidak alasan lagi diulur-ulur waktunya, sementara perkara itu berjalan terus sampai tahap penuntutan kemudian hakim menggugurkan dengan alasan perkara sudah masuk ke tahap berikutnya,” tutur Eddy.
“Saya kira ini tidak adil karena ini tidak memberikan perlindungan terhadap HAM,” tambahnya.
Kemudian yang menjadi perhatian dalam KUHAP baru, lanjut Wamenkum, adalah tentang PK. Tunggakan perkara di Mahkamah Agung (MA) saat ini sebanyak 31 ribu, sedangkan jumlah Hakim Agung tidak sampai 50 orang.
Load more