Lagu Bayar Bayar Bayar Diberedel, Sukatani Alami Kerugian Segini
- Antara
Jakarta, tvOnenews.com - Lagu bayar bayar bayar masih tersimpan di benak sebagian publik. Pasalnya, lagu dari band Sukatani itu diduga diberedel.
Isu itu pun menyebar di media sosial, dan mnuai tanggapan dari publik. Hingga, sampai saat ini, tagar Kami Bersama Sukatani masih menghiasi jagat maya.
Hal ini tak lain ada rasanya kekesalan publik, imbas pelarangan lagu Bayar Bayar Bayar milik band punk asal Purbalingga ini masih jadi murka bersama.
Bukan sebagian publik saja yang masih marah dengan hal ini, Sukatani juga merasakan hal yang sama.
Hal ini membuat mereka pun akhirnya memberikan klarifikasi cukup panjang, yang menjelaskan keadaan 'mencekam' kemarin berikut dengan kerugian yang dialami.
"Kami dalam keadaan baik namun masih dalam proses recovery pasca kejadian bertubi yang selama ini kami hadapi sejak Juli 2024 lalu. Tekanan dan intimidasi dari Kepolisian terus kami dapatkan, hingga akhirnya video klarifikasi atas lagu yang berjudul Bayar Bayar Bayar kami unggah melalui media sosial. Kejadian tersebut membuat kami mengalami berbagai kerugian baik secara materil maupun nonmateriil," ucap Sukatani, dikutip dari Instagramnya, Minggu (2/3/2025).
Tak sampai di situ saja, pemecatan Novi atau Twister Angel sang vokalis sebagai guru pun dianggap tanpa landasan yang jelas.
Mereka menjelaskan bahwa pemecatan Novi dilakukan tanpa memberikan ruang dan kesempatan pembelaan diri, alias sepihak saja.
Sukatani pun membeberkan fakta lain bahwa mereka tak pernah diberitahu penjelasan pelanggaran berat yang membuat Novi dipecat.
"Bahkan, dalam surat pemecatan yang diterima sama sekali tidak menjelaskan apakah keikutsertaan Twister Angel sebagai personel Sukatani sebagai pelanggaran berat," beber Sukatani.
Ada lagi, Sukatani juga menjelaskan keputusannya saat ini bergabung dengan Lembaga Bantuan Hukum daerah setempat.
Di samping itu, Pakar Manajemen Kebijakan Publik, Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo menilai, polemik Sukatani merupakan tanda polri belum siap terima kritik. Di mana hal ini merujuk terkait polemik pencabutan lagu Sukatani, berjudul “Bayar, Bayar, Bayar” pada Jumat, 14 Februari 2025.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, personel Sukatani menyampaikan pengumuman penarikan tersebut melalui akun media sosial sekaligus permintaan maaf kepada Institusi Kepolisian.
Hal tersebut memunculkan opini publik yang negatif terhadap kepolisian yang dinilai anti-kritik dan melakukan pembredelan seni.
“Walaupun personel sudah meminta maaf, publik paham bahwa kemungkinan itu karena intimidasi dari aparat polisi,” ujar Prof Wahyudi seperti dilansir dari laman UGM, Senin (3/3/2025).
Tak hanya itu saja, Wahyudi menyebutkan, kebebasan berekspresi telah dijamin dalam konstitusi, yakni UU 39/1999 dan Undang-Undang 9/1998.
Namun, aparat kepolisian belum memahami esensinya.
Menurutnya, band Sukatani menciptakan lagu ‘Bayar Bayar Bayar’ tersebut sebagai bentuk kritik terhadap kinerja kepolisian selama ini.
Bahkan, hampir seluruh lirik merepresentasikan keresahan publik terhadap oknum-oknum polisi yang melakukan pungutan liar (pungli).
“Seharusnya kepolisian mengembang tanggung jawab untuk mengayomi dan menjaga keamanan sipil,” ungkap Prof Wahyudi.
Bagi Prof Wahyudi, kebebasan berpendapat tidak seharusnya ditentang oleh institusi. Bahkan sebuah kritik sepatutnya dijadikan masukan untuk memperbaiki kinerja institusi bagi masyarakat.
“Sangat disayangkan kasus band Sukatani justru memberikan gambaran bahwa institusi belum mampu merespon kritik masyarakat yang membangun,” ungkap Prof Wahyudi. (aag)
Load more