Jakarta, tvOne
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan, perubahan iklim berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi akibat krisis air bersih.
Dwikorita mengatakan dari hasil kajian dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dampak perubahan iklim juga berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp544 triliun selama 2020-2024, jika intervensi kebijakan tidak dilakukan.
“Secara ekonomi, kerugian sektor air dapat dikurangi dengan upaya adaptasi maksimal sebesar Rp17,77 triliun selama periode 2020-2024,” ujar Dwikorita dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Selasa.
Dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Kajian Perubahan Iklim Terhadap Tata Kelola Air bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Dwikorita mengatakan, krisis air bersih tersebut terjadi akibat tingginya kebutuhan air baku, terutama di kawasan perkotaan dan padat penduduk.
Sedangkan, perubahan iklim mengakibatkan kekeringan dan pencemaran air yang mempengaruhi ketersediaan air bersih yang dibutuhkan masyarakat untuk air minum dan sanitasi.
Dalam Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 yang dikeluarkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, kelangkaan air di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara diperkirakan meningkat hingga 2030. Proporsi luas wilayah krisis air meningkat dari 6,0 persen di tahun 2000 menjadi 9,6 persen di tahun 2045.
Load more