Video Gus Miftah Olok-olok Penjual Es Teh Viral, Ketua MUI Ingatkan Pentingnya Jaga Lisan Apalagi sebagai Pejabat Publik
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Video Utusan Khusus Presiden (UKP) Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah mengolok-olok penjual es teh viral di media sosial.
Dalam video itu tampak Gus Miftah yang sedang menjadi pembicara melihat ada penjual es teh yang lewat.
"Es tehmu iseh akeh ora? (Es tehmu masih banyak enggak?) Masih? Yo kono didol goblok (Ya sana jual goblok). Dolen disik nek rung payu takdir (Dijual dulu, kalau belum laku berarti takdir)," kata Gus Miftah.
Perkataan Gus Miftah itu pun menjadi sorotan publik. Pasalnya, saat Gus Miftah mengatakan hal itu tampak penjual es teh tersebut hanya terdiam dan tersenyum kecil.
- Istimewa
Banyak yang menilai perkataan Gus Miftah ini menyinggung sensitivitas publik.
Menanggapi hal ini, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis menekankan pentingnya menjaga lisan dalam komunikasi publik khususnya bagi penceramah atau pejabat publik.
Hal ini disampaikan Cholil Nafis pada Rabu (4/12/2024).
"Penting untuk kita semua menjaga menjaga lisan apalagi sebagai pejabat publik tentunya lebih menjadi perhatian masyarakat," kata dia.
Diketahui Gus Miftah sudah meminta maaf terhadap penjual es teh tersebut.
Terkait permintaan maaf ini, Cholil Nafis menilai langkah tersebut sudah baik, namun peristiwa ini harus menjadi pelajaran berharga bagi Gus Miftah dan masyarakat umum terutama bagi pejabat publik.
"Dia sudah minta maaf. Baiknya jadi pelajaran bagi dia dan kita semua untuk menjaga lisan," ujarnya.
Dia pun menekankan pentingnya kesadaran dalam memilih kata-kata saat menyampaikan materi di segala situasi baik itu situasi formal atau santai.
Ketua MUI pun berharap semua pihak khususnya para pejabat publik dan tokoh masyarakat bisa memetik pelajaran berharga dari kejadian ini agar bisa lebih bijak dalam berkomunikasi agar tidak menimbulkan perasaan tersinggung di kalangan umat.
"Kalau bercanda pun perlu menjaga sensitivitas publik karena sopan atau tidaknya kata-kata itu dirasakan oleh umat," pungkasnya. (ant/nsi)
Load more