Dengan potensi ini, Indonesia dapat mengandalkan sumber daya energi terbarukan untuk bertransisi secara cepat dan berbiaya rendah.
“Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN perlu segera menyelesaikan peta jalan pengakhiran operasi PLTU sebagaimana yang diamanatkan oleh Perpres No. 112/2022 dengan jangka waktu 2040,” jelasnya.
Dengan demikian, Pemerintah dapat menentukan secara pasti tahapan pengakhirannya, skema pendanaan dan pembiayaan, pembangunan kapasitas energi terbarukan, penyimpan energi, hingga mempersiapkan rencana untuk mengatasi dampak sosial dan ekonomi bagi pekerja yang terdampak.
Fabby juga mengingatkan bahwa pengakhiran PLTU batu bara juga memerlukan investasi yang besar untuk membangun pembangkit energi terbarukan dan penyimpan energi untuk menggantikan listrik yang dibangkitkan PLTU, memenuhi pertumbuhan permintaan listrik dan menjaga kehandalan.
Dibutuhkan investasi sekitar 1,2 triliun dolar AS hingga 2050 untuk memenuhi kebutuhan energi dengan sumber daya terbarukan, terutama energi surya, pembangunan penyimpan energi dan jaringan transmisi.
Selain itu, diperlukan biaya untuk mengakhiri operasi PLTU secara dini, khususnya IPP yang memiliki kontrak dengan PLN hingga 2056.
Pemerintah dapat mencoba skema pembiayaan campuran (blended finance) dan karbon kredit dari proyek yang mendukung transisi energi (transition carbon credit) untuk membiayai pengakhiran operasi dini PLTU.
Load more