Bahkan, dalam Peraturan Pemerintah (PP) tidak ditentukan pula jenis pekerjaan yang boleh menggunakan jasa outsourcing.
Maka dari itu, ketidakjelasan aturan tersebut dinilai menghilangkan hak pekerja untuk berpartisipasi dalam pembentukan regulasi. Ini pun bertentangan dengan Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 28D ayat 2 UUD NRI Tahun 1945.
Pekerja alih daya khawatir dengan bentrokan regulasi tersebut tidak dapat memberikan perlindungan hak bagi pekerja.
"Persoalannya ditetapkan di mana pengaturan mengenai jenis kegiatan atas pelaksanaan alih daya dimaksud. Tanpa Mahkamah bermaksud menilai legalitas PP 35/2021 yang merupakan amanat Pasal 64 ayat (3) UU 6/2023, telah menentukan mengenai alih daya yang pada pokoknya mengatur hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja atau buruh yang dipekerjakan, didasarkan pada PKWT atau PKWTT yang harus dibuat secara tertulis," tandas dia.
Lewat kejelasan aturan sistem outsourcing, diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum yang adil terhadap buruh terkait status kerja dan hak-hak dasar pekerja, seperti upah, jaminan sosial, dan kondisi kerja yang layak. (agr/dpi)
Load more