Sebagai tindak lanjut putusan tersebut kata Hendri, Peradilan TUN pada tahun 2009 juga telah mengirimkan surat kepada Departemen Keuangan RI agar melaksanakan putusan tersebut.
Selain itu juga telah mengirimkan surat kepada Presiden RI dan DPR untuk mengawasi pelaksanaan pengeluaran lahan milik PLK dari daftar asset negara sebagaimana diamanatkan Putusan TUN yang telah berkekuatan hukum tetap sejak 2008.
"Peradilan TUN bahkan telah menerbitkan pengumuman secara terbuka melalui media massa pada tahun 2010 agar masyarakat luas dapat memahami bahwa asset PLK berupa lahan SMAK Dago adalah bukan asset negara," tambahnya.
Melalui peradilan TUN pula, penerbitan SHGB atas nama BPSMK telah dibatalkan pada tahun 2014 yang ditindaklanjuti dengan terbit SK Pembatalan SHGB No. 30 oleh BPN pada tahun 2016.
"Komisi III DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat tanggal 19 Agustus 2024 tidak berfungsi dengan sebagaimana mestinya untuk mentaati dan memberikan kepastian hukum, namun malah menghalangi PN Bandung dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga yudikatif yang memberikan kepastian hukum dengan menerbitkan Penetapan Eksekusipada tanggal 14 Agustus 2024 atas Tanah di SMAK Dago Bandung untuk dikosongkan dan diserahkan kepada PLK sebagai tindak lanjut Putusan Perdata yang telah berkekuatan hukum tetap sejak tahun 2018," tuturnya.
Bahkan kata Hendri, salah satu kesimpulan dalam RDP tersebut meminta Kapolda Jabar dan jajarannya untuk tidak mendukung pelaksanaan eksekusi atas suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (incracht) adalah sebuah pertunjukan ketidaktaatan Hukum oleh DPR.(*)
Load more