Jakarta, tvOnenews.com - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Kepala Bulog Bayu Krisnamurthi diadukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun.
Keduanya juga dilaporkan dalam dugaan kerugian negara akibat demurrage (denda) impor beras senilai Rp294,5 miliar.
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto yang melaporkan kasus ini menemukan indikasi praktik tak sehat di tubuh Bapanas dan Bulog.
Hari menilai dua lembaga yang bertanggung jawab atas impor beras ini tidak proper dalam menentukan harga sehingga terdapat selisih harga beras impor yang sangat signifikan.
“Harganya jauh di atas harga penawaran. Ini menunjukkan indikasi terjadinya praktik mark up. KPK harus bergerak dan memeriksa Kepala Bapanas dan Kepala Bulog,” ujar Hari di depan Gedung KPK, Rabu (3/7/2024).
Dia mengungkapkan data yang menunjukkan bagaimana praktik mark up ini terjadi.
"Ada perusahaan Vietnam bernama Tan Long Group yang memberikan penawaran untuk 100.000 ton beras seharga 538 dolar AS per ton dengan skema FOB dan 573 dolar AS per ton dengan skema CIF," tuturnya.
Namun, sejumlah data yang dikumpulkan menyebut, harga realisasi impor beras itu jauh di atas harga penawaran.
Dugaan mark up ini juga diperkuat dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat pada Maret 2024 Indonesia sudah mengimpor beras sebanyak 567,22 ribu ton atau senilai 371,60 juta dolar AS.
Artinya, Bulog mengimpor beras dengan harga rata-rata 655 dolar AS per ton. Dari nilai ini, tutur Hari, ada selisih harga atau mark up senilai 82 dolar AS per ton.
"Jika kita mengacu harga penawaran beras asal Vietnam, maka total selisih harga sekitar 180,4 juta dolar AS. Jika menggunakan kurs Rp15.000 per dolar, maka estimasi selisih harga pengadaan beras impor diperkirakan Rp2,7 triliun," terang Hari.
Selain persoalan dugaan mark up, Bapanas-Bulog juga diadukan masalah dugaan kerugian negara akibat demurrage pelabuhan impor beras senilai Rp294,5 miliar.
Hari membeberkan kerugian ini akibat tertahannya 490 ribu ton beras impor Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya pada pertengahan hingga akhir Juni 2024.
"Beredar informasi yang masih diperlukan pendalaman. Penyebab utama dari keterlambatan bongkar muat yang berujung denda atau demurrage ini akibat kebijakan dari Kepala Bapanas yang mewajibkan Bulog menggunakan peti kemas (kontainer) dalam pengiriman beras impor ini. Ini dituding menyebabkan proses bongkar lebih lama dari cara sebelumnya yang menggunakan kapal besar tanpa kontainer," kata Hari.
Atas dua aduan ini, Hari meminta KPK dapat segera memeriksa Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Kepala Bulog Bayu Krisnamurthi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam pengadaan impor beras.
"Kami berharap laporan kami dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan untuk Bapak Ketua KPK RI dalam menangani kasus yang kami laporkan," pungkas Hari. (hmd/nsi)
Load more