“Pernyataan tersebut pun kemudian diubah ketika pihak keluarga membantah kemungkinan tersebut. Namun pada akhirnya, Polisi menutup kasus dan menyatakan bahwa AM meninggal akibat dari patahnya tulang iga usai jatuh ke sungai,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhamad Isnur mengatakan kepolisian diduga mengaburkan fakta dan kronologi peristiwa.
“Pada awal kasus ini bermula, Kepolisian telah menyatakan bahwa proses pengamanan terhadap anak dan remaja yang diduga akan melakukan tawuran telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan SOP. Kemudian terhadap korban AM, Kapolda Sumbar selalu mengarahkan bahwa kematian AM dikarenakan melompat dari jembatan sewaktu proses pengamanan,” ungkapnya.
“Padahal tidak ada satu saksi pun yang menyaksikan bahwa korban AM ini melompat. Namun Polda sumbar hanya berfokus kepada keterangan saksi A yang menyebut bahwa korban AM sempat mengajak saksi untuk melompat,” sambung dia.
Isnur menjelaskan setelah jenazah korban AM ditemukan, pihak kepolisian juga tidak pernah melakukan pemeriksaan terhadap anak dan remaja yang ditangkap sewaktu kejadian.
Pernyataan dari polisi dinilai Isnur, kerap berubah dan dikatakan korban terpeleset dari jembatan.
Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan merangkum sejumlah pandangan yang mereka kumpulkan berdasarkan fakta di lapangan.
Load more