Jakarta, tvOnenews.com - Pakar Hukum Tata Negara yang juga eks Menko Polhukam RI Mahfud MD mengatakan bagi Indonesia relasi agama dan negara sebenarnya sudah selesai secara tuntas.
Bahkan, konsep dan konstruksi kita sudah pula diputuskan pendiri-pendiri bangsa kalau Indonesia merupakan negara beragama.
Artinya, Mahfud menegaskan sudah diputuskan Indonesia bukan negara agama, tapi negara beragama.
"Kalau negara agama, agama jadi pedoman formal. Sedangkan, negara beragama, agama diakui dan nilai-nilai kemuliaan masuk dalam kehidupan bernegara," kata Mahfud dalam Seminar Nasional: Agama dan Negara di Kampus Terpadu UII, Selasa (30/04/2024).
"Indonesia itu bukan negara agama, tapi agama yang menjadi sumber-sumber nilai penyelenggaraan negara," sambungnya.
Mahfud turut membicarakan Piagam Madinah dan Proklamasi yang bunyinya saja sudah senada.
Karenanya, ia menyampaikan pujian kepada pendiri-pendiri bangsa yang mampu merumuskan Proklamasi dengan begitu indahnya sebagai dasar negara.
"Piagam Madinah itu seperti Proklamasi bunyinya. Makanya, itu hebat yang bikin Proklamasi. Itu seperti Piagam Madinah yang dibahasakan Indonesia," ujar Mahfud.
Dalam kesempatan sama, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Masykuri Abdillah mengatakan hubungan antara agama dan negara di Indonesia jauh lebih baik dari negara-negara Eropa.
Ia mengingatkan Indonesia menghargai dan mengakui enam agama dengan masing-masing hari liburnya.
Pun soal pendirian rumah ibadah yang ia rasa Indonesia masih jauh lebih baik dibanding negara-negara di Eropa atau Amerika sekalipun.
Walau fakta lapangan menunjukkan ada tantangan-tantangan, tapi tidak mempengaruhi kerukunan antar umat yang terjaga.
"Sementara di Eropa itu sulit, di Amerika juga sulit. Saya pernah meneliti juga soal ini. Misalnya, di Italia penduduk Muslim hampir dua juta, tapi masjid hanya ada delapan," kata Masykuri.
Sementara itu, Pemikir Kebhinekaan lulusan Universitas Harvard Sukidi mengingatkan ada sindrom Konstitusi Jerman yang didesain secara indah, secara bagus dan secara luar biasa. Tapi, akhirnya tidak kuasa untuk menghadapi fasisme dan nazisme yang ada kala itu.
"Saya khawatir Konstitusi, Undang-Undang, Ketetapan MPR dan lain-lain akhirnya tinggal sehelai kertas. Kertas mati yang tidak memiliki kekuatan untuk merubah masyarakat dan penyelenggara negara," ujar Sukidi.
Sukidi berpendapat kondisi itu merupakan alarm terbesar bagi bangsa Indonesia karena membuat batas-batas baik dan buruk atau benar dan salah itu semuanya jadi remang.
Sebab, semua kebenaran cuma akan tergantung kepada kekuasaan.
"Pak Mahfud pernah berpesan kepada saya jika penyalahgunaan kekuasaan dibenarkan, akhirnya ini memberikan satu preseden, akhirnya kekuasaan yang menentukan segalanya, dia yang menentukan kekuatan kekuasaan dan uang itu sendiri," kata Sukidi. (rpi/nsi)
Load more