Jakarta, tvOnenews.com - Sidang permohonan Pemilu Presiden tahun 2024 sudah selesai dilaksanakan di Mahkamah Konstitusi hingga menjelang lebaran kemarin.
Pada persidangan tersebut sudah dihadirkan banyak saksi-saksi mulai dari Saksi Fakta, Saksi Ahli, hingga beberapa Menteri sebagai Saksi Penguat.
Pihak Pemohon dari Paslon 01 dan 03 berusaha meyakinkan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi bahwa ada tindakan Terstruktur, Sistematis, dan Massif (TSM) yang sudah dilakukan oleh Paslon 02 untuk memenangkan pertarungannya dalam Pemilu yang berlangsung 14 Pebruari yang lalu.
"Tindakan TSM yang dikatakan dilakukan Paslon 02 ini dibuktikan mereka pemohon Paslon 01 dan 03 hanya berdasarkan berita-berita di Media, analisa-analisa dan prediksi-prediksi," jelas Politikus Partai Golkar Dhifla Wiyani, Rabu (17/4/2024).
Menurut Dhifla, pihak Pemohon Paslon 01 dan 03 juga menghadirkan beberpa Saksi Ahli, namun ternyata pernyataannya banyak yang mengambang tidak fokus dengan TSM yang didalilkan dilapangan. Mereka juga meminta Majelis Hakim untuk menghadirkan 4 orang Menteri yang ada kaitannya dengan dalil TSM yang mereka kemukakan dalam permohonan. Namun dalam kesaksian para Menteri tersebut ternyata tidak ada yang benar-benar membuktikan adanya TSM tersebut.
"Tapi yang paling penting, Pihak Pemohon Paslon 01 dan 03 tidak ada membuat perbandingan berapa selisih suara seharusnya antara pasangan 01 dan 03 seandainya ada TSM maupun tidak. Padahal UU Pemilu dan UU MK jelas mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi hanyalah memeriksa tentang perselisihan suara saja. Jadi sebenarnya mereka wajib membuat perhitungan berapa seharusnya suara mereka yang akan didapat seandainya tidak ada TSM seperti yang mereka dalilkan," katanya.
Selain itu ternyata Para Saksi Paslon 01 dan 03 pada saat penghitungan suara di lapangan pun baik di tingkat TPS, di tingkat kecamatan, di tingkat Provinsi tidak ada yang mengajukan keberatan terhadap hasil suara yang didapat karena terkait adanya TSM seperti yang mereka dalilkan dalam permohonan ini.
"Ketidak-adaan keberatan-keberatan pada proses penghitungan suara di lapangan dan penjabaran berapa selisih suara seharusnya di dalam posita dan petitum inilah yang membuat Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi harus menolak permohonan sengketa Pilpres dari Pihak 01 dan 03 ini. Karena jika Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menerimanya maka berarti Mahkamah Konstitusi sudah melakukan pelanggaran atas wewenangnya yang sudah diberikan oleh UU Pemilu dan UU MK sendiri," ucapnya.
Seperti diketahui sidang putusan PHPU akan dibacakan pada 22 April mendatang. (ebs)
Load more