Pakar Psikologi Forensik Sebut Kasus Bunuh Diri Satu Keluarga di Jakut Layak Masuk Kasus Pidana
- ANTARA/Mario Sofia Nasution/am.
Aksi terjun bebas tersebut, kata Reza, mutlak harus disimpulkan sebagai tindakan yang tidak mengandung konsensual (kesepakatan).
“Karena tidak konsensual, maka anak-anak itu harus disikapi sebagai manusia yang tidak berkehendak dan tidak bersepakat, melainkan dipaksa untuk melakukan aksi ekstrim tersebut,” ujarnya.
Atas dasar itulah, kata Reza, dengan esensi pada keterpaksaan tersebut, anak-anak itu sama sekali tidak bisa dinyatakan melakukan bunuh diri. Karena, mereka dipaksa melompat, maka mereka justru jadi korban pembunuhan.
“Pelaku pembunuhnya adalah pihak yang -harus diasumsikan- telah memaksa anak-anak tersebut untuk melompat sedemikian rupa,” katanya.
Kasus ini kata Reza, berubah tidak lagi semata-mata bunuh diri dan pembunuhan. Tapi polisi tidak bisa memproses lebih lanjut karena terduga pelaku sudah tewas.
“Indonesia tidak mengenal proses pidana terhadap pelaku yang sudah mati (posthumous trial),” kata Reza.
Empat anggota keluarga terdiri atas ayah, ibu dan dua orang anak ditemukan sudah tidak bernyawa oleh petugas keamanan di lobby apartemen pada Sabtu (9/3).
Saat ditemukan, keempat korban mengalami luka berat di bagian kepala, tangan dan kaki. Polisi menemukan ikatan tali yang putus pada tangan keempat korban, diduga tali tersebut terikat pada tangan sebelum melakukan aksi bunuh diri.(ant/muu)
Load more