Soal Film Dirty Vote, TKN Prabowo-Gibran Sebut 3 Hal Ini Mustahil: Bagaimana Mungkin Seorang Pejabat Kepala Daerah Bisa …
- Tangkapan layar
tvOnenews.com - Film Dirty Vote tayang dalam versi penuh di akun Youtube PSHK Indonesia pada Minggu (11/2/2024). Beberapa jam kemudian Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran membuat klarifikasi terkait film tersebut.
Dirty Vote adalah film dokumenter yang dibintangi oleh tiga ahli hukum tata negara yakni Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.
1. Bivitri Susanti: Dosen STH Jentera, Harvard Kennedy fellow.
2. Zaenal Arifin Mochtar: Dosen UGM, Direktur PUKAT UGM.
3. Feri Amsari: Dosen Unand, Direktur PUSAKO Unand.
Ketiganya menjelaskan secara detail bagaimana instrumen negara telah digunakan untuk tujuan memenangkan pasangan calon Prabowo Gibran dalam Pemilu 2024.
(Salah satu cuplikan film Dirty Vote. Foto: Tangkapan layar)
Film yang diproduksi oleh WatchDoc itu sampai saat berita ini ditulis telah ditonton lebih dari 74 ribu penonton.
Beberapa jam setelah peluncuran film tersebut, TKN Prabowo Gibran langsung menggelar konferensi pers untuk menjawab keresahan publik.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Gibran Habiburokhman menyebut bahwa sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah fitnah, asumtif, dan tidak ilmiah.
“Saya mempertanyakan kapasitas tokoh-tokoh yang ada di film tersebut. Dan saya kok merasa sepertinya ada tendensi keinginan untuk mendegradasi Pemilu ini dengan narasi yang sangat tidak mendasar,” kata Habiburokhman dikutip dari tayangan Youtube Prabowo Gibran.
Menurutnya Jokowi adalah sosok presiden yang selama dua periode ini selalu berpihak pada rakyat. Prabowo sebagai calon presiden pada Pemilu 2024 ini bertekad untuk melanjutkan program Jokowi.
Setidaknya ada 3 hal yang disoroti Wakil Ketua TKN Prabowo Gibran Habiburokhman dari film Dirty Vote:
(Konverensi pers TKN Prabowo Gibran atas film Dirty Vote. Foto: Tangkapan layar)
1. Pernyataan Feri Amsari soal penunjukkan 20 pejabat kepala daerah di 20 provinsi dikaitkan dengan jumlah DPT 140 juta suara yang equivalent lebih dari setengah dari jumlah pemilih di seluruh Indonesia.
Narasi tersebut menurut Habiburokhman sangat tidak masuk akal dan susah sekali mencernanya.
“Bagaimana bisa seorang PJ (Pejabat) kepala daerah memastikan seluruh pemilih di daerahnya untuk memilih sesuai dengan yang dikehendaki oleh seorang yang menunjuknya sebagai kepala daerah,” katanya.
Load more