Jakarta, tvOnenenws.com-Karena terbukti lakukan pelanggaran berat, sanksi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi bagi Anwar Usman memang sudah jelas: Anwar dipecat sebagai Ketua MK terkait putusannya soal syarat capres cawapres.
Namun, bagaimana masa depan Anwar Usman di MK untuk menjaga kehormatan dan nama baik benteng penjaga kontitusi? Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva menyebut semua terpulang pada masing masing pribadi.
"Ya itu sangat tergantung pada yang bersangkutan. Kalau dulu ada pernah kejadian seorang hakim yang dikenai teguran, Pak Arsyad sanusi dikenai teguran oleh MKMK dan beliau langsung mundur," kata Hamdan di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (7/11).
Sebelumnya, Arsyad Sanusi terjerat kasus etik pada tahun 2011 silam. Majelis Kehormatan Hakim Mahkamah Konstitusi menilainya bersalah melanggar kode etik karena membiarkan anggota keluarganya berhubungan dengan pihak berperkara.
Pelanggaran etik ini muncul saat anggota keluarga Arsyad Sanusi bertemu dengan calon Bupati Bengkulu Selatan, Dirwan Mahmud.
Anggota keluarga Arsyad yang terbukti bertemu dengan Dirwan adalah putri Arsyad bernama Neshawaty serta adik ipar Arsyad bernama Zaimar. Seorang penitera pengganti bernama Makhfud juga turut hadir dalam pertemuan itu.
Meski tidak terbukti terlibat secara langsung. Pertemuan diduga membahas soal pemenangan gugatan Dirwan.
Namun Arsyad dinilai bertanggung jawab. Ia pun kemudian dijatuhi hukuman berupa teguran tertulis kepada Arsyad Sanusi. Akan tetapi, Arsyad Sanusi lebih memilih untuk mengundurkan diri sebagai hakim konstitusi. \
Ia memilih mundur dengan alasan demi menjaga kehormatan dan nama baik MK.
Dalam pemeriksaan saksi-saksi dan konfrontasi dengan Anwar Usman, MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti melanggar Prinsip Ketidakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, serta Prinsip Kepantasan dan Kesopanan yang termaktub dalam Sapta Karsa Hutama.
Majelis Kehormatan menyimpulkan beberapa pokok hingga akhirnya menyatakan Anwar Usman melanggar etik berat. Kesimpulan tersebut didapat usai memeriksa para pelapor, hakim terlapor, serta para saksi dan ahli.
Pokok kesimpulan pertama, Anwar Usman yang tidak mengundurkan diri dari proses pemeriksaan pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terbukti melanggar Sapta Harsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan.
Kedua, Anwar Usman sebagai Ketua MK terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan (judicial leadership) secara optimal, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan.
Ketiga, Anwar Usman terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga
melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi.
Keempat, ceramah Anwar Usman mengenai kepemimpinan usia muda di Universitas Islam Sultan Agung Semarang berkaitan erat dengan substansi perkara menyangkut syarat usia capres dan cawapres, sehingga terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan.
Kelima, Anwar Usman beserta seluruh hakim konstitusi terbukti tidak dapat menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang bersifat tertutup, sehingga melanggar Prinsip Kepantasan dan Kesopnan.
Sebelumnya, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.
Putusan tersebut mendapatkan banyak reaksi masyarakat lantaran dianggap membuka jalan bagi keponakan Anwar, yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres Prabowo Subianto.(bwo)
Load more