"Ya, yang pertama tentu kerugiannya, kerugian dari investasi yang batal ditanamkan jika tidak jadi kan, tergantung besarnya berapa. Kerugian kedua, yakni kalau itu tidak jadi artinya perencanaan produksi dan segala macem juga hilang, opportunity costnya besar," kata Agus saat dihubungi, Selasa (26/9/2023).
Tak hanya itu, Agus menyebut apa yang terjadi di Rempang dapat menjadi preseden buruk bagi Indonesia di mata investor luar negeri.
"Kalau investasi batal, ya sangat bisa menjadi preseden buruk. Makanya kalau menawarkan dan membuka investasi kita itu harus siap. Termasuk ada nggak studi soal antropologinya, kemudian identifikasi kemungkinan konflik, selain itu bisa juga diperkirakan antisipasi, sehingga nanti juga mitigasi terukur agar proses investasi dapat berjalan lancar dan aman di Rempang," katanya.
Agus pun melihat sejauh ini di setiap program pembangunan infrastruktur atau investasi tidak terlihat studi antropologinya.
"Saya tidak pernah lihat. Padahal itu untuk mengetahui kalau mereka misalnya, harus dipindahkan apa sih dampaknya? terus bagaimana sih cara bicara dengan mereka gitu. Karena kan kita tidak semua masyarakat itu punya surat yang disebut sertifikat dari pemerintah Kementerian Agraria," ujar dia.
Namun, bagi Agus, untuk mengungkap itu semua bukan hal yang mudah. Karena pasti ada pihak lain di belakang masyarakat yang mengklaim kepemilikan tanah di Rempang.
"Mereka pasti punya orang kuat di politik, pemerintah dan aparat penegak hukum. Jadi ya pasti ada yang membekingi. Sekarang terserah presiden mau bagaimana, panggil saja semuanya rapat kabinet terbatas tetapkan, lalu buat Keppresnya," ujar Agus.
Load more