Jakarta, tvOnenews.com - Majelis etik Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak tidak terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku.
"Mengadili, menyatakan terperiksa saudara Johanis Tanak tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku," ujar Ketua Majelis Etik Dewas KPK Harjono saat membacakan amar putusan dalam sidang yang digelar di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Kamis (21/9/2023).
"Memulihkan hak terperiksa Saudara Yohanes Tanak dalam kemampuan dan harkat serta martabatnya pada keadaan semula," lanjutnya.
Perkara ini diadili oleh Ketua Majelis Etik Dewas KPK Harjono dengan anggota Syamsuddin Haris dan Albertina Ho. Nama terakhir yang mempunyai pendapat berbeda.
Johanis dinilai tidak melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf j atau Pasal 4 ayat (1) huruf b atau Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK. Putusan ini diwarnai dissenting opinion atau pendapat berbeda.
Dewas KPK putuskan Johanis Tanak tidak terbukti langgar kode etik. Dok: Fianda Sjofjan Rassat-Antara
Dari tiga anggota Dewas yang memutus perkara etik tersebut, hanya Anggota Dewas Albertina Ho yang menyatakan berbeda pendapat. Kedua Anggota Dewas lainnya, yaitu Harjono dan Syamsudin Haris.
Albertina, dalam penjelasannya pada sidang etik, mengatakan bahwa Johanis terbukti secara sah dan meyakinkan tidak memberitahukan kepada sesama pimpinan mengenai komunikasi yang dilakukan dengan pihak berperkara dimaksud, yaitu pejabat ESDM M. Idris Froyoto Sihite.
Materi dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku ini terkait dengan Komunikasi antara Johanis dengan Plh Dirjen Minerba sekaligus Kepala Biro Hukum pada Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM M. Idris Froyoto Sihite.
Komunikasi antara Johanis dengan Sihite yang kemudian dinaikkan ke sidang etik ini ditemukan Dewas KPK saat menangani laporan Indonesia Corruption Watch (ICW).
ICW sempat melaporkan Johanis atas dugaan pelanggaran kode etik berupa komunikasi “main di belakang layar” dengan Sihite.
Namun, laporan ICW tersebut diputus Dewas KPK tidak cukup bukti lantaran komunikasi dilakukan Johanis sebelum menjabat sebagai pimpinan KPK.
Di samping itu, menurut Dewas, rekaman yang beredar di media sosial sebagaimana bukti yang dibawa ICW berbeda dengan hasil pemeriksaan forensik digital yang dilakukan oleh Laboratorium Barang Bukti Elektronik (LBBE).
Dalam prosesnya, Dewas KPK menemukan percakapan lain antara Johanis dengan Sihite pada 27 Maret 2023 bertepatan dengan kegiatan penggeledahan kasus dugaan korupsi terkait tunjangan kinerja (tukin) fiktif di Kementerian ESDM.
Saat berkomunikasi dengan Sihite, Johanis sedang mengikuti rapat ekspose perkara dengan seluruh pimpinan KPK beserta para struktur dan jajarannya pada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK. (hmd/nsi)
Dapatkan berita menarik lainnya dari tvOnenews.com di Google News.
Load more