Terkait itu, dia menekankan anggota TNI merupakan bagian dari warga negara Indonesia yang artinya mereka punya kedudukan yang sama dengan warga sipil lainnya dalam menjalani proses hukum sebagaimana diatur dalam konstitusi UUD 1945.
Kemudian, terkait asas hukum yang baru mengesampingkan hukum yang lama, Usman menyoroti penggunaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, dan Undang-Undang Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“Kalau sudah ada Undang-Undang Peradilan Militer tentu Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Tahun 1970 tidak berlaku lagi, tetapi kalau sudah ada Undang-Undang TNI Tahun 2004, maka seluruh undang-undang di belakang dikesampingkan,” kata Usman Hamid.
Dia menekankan isi Pasal 65 ayat (2) UU TNI yang mengatur prajurit TNI tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer, dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum.
Asas hukum ketiga, dia melanjutkan, hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum. Usman menilai kasus tindak pidana korupsi merupakan bagian dari tindak pidana khusus, bukan tindak pidana umum.
“Seharusnya perdebatan tentang peradilan militer atau peradilan umum tidak berlaku lagi, karena perdebatan itu hanya membahas yurisdiksi mana ketika anggota TNI melakukan tindak pidana umum. Yang terjadi (di Basarnas) bukan tindak pidana umum, yang terjadi sekarang tindak pidana khusus,” kata dia.
Load more