tvOnenews.com - Nama Panji Gumilang selaku pimpinan Ponpes Al-Zaytun menjadi perbincangan hangat publik belakangan ini, terutama ajaran dan pernyataan kontroversialnya yang anggap menyimpang.
Ponpes yang dipimpin oleh Panji Gumilang ini belakangan menuai beragam kritikan, mulai dari ajaran agama Islam yang diduga menyimpang hingga dikaitkan dengan Negara Islam Indonesia atau NII KW 9.
Ponpes Al-Zaytun Indramayu menjadi viral pertama kali setelah diketahui pada saat ibadah Salat Idul Fitri 1444 H mencampurkan jemaah wanita dan laki-laki dalam satu shaf hingga menjadi perbincangan publik.
Sementara itu, Mabes Polri membentuk tim khusus untuk mendalami dugaan penistaan agama yang dilakukan Pimpinan Ponpes Al-Zaytun, Panji Gumilang.
Pujian Aktivis pro israel untuk Panji Gumilang
Aktivis Israel sekaligus aktivis Yahudi, Monique Rijkers mengaku memiliki alasan tersendiri terkait mengapa dirinya membela Ponpes Al-Zaytun dan pemimpinnya, Panji Gumilang.
Ia menyebut bahwa Indonesia, negara muslim terbesar di dunia yang sudah seharusnya mengikutinya karena dikenal toleransi terhadap orang Yahudi.
"Orang yang mau mendukung hubungan diplomatik atau hubungan dengan Israel. Nah, contohnya yang mana apakah MUI bisa jadi contoh?," kata Monique dalam program Catatan Demokrasi di tvOne pada Selasa (27/6/2023) malam.
Monique mengatakan, dirinya mendukung Panji Gumilang karena mengajarkan anak didiknya untuk memiliki sikap toleransi.
Ia mencontohkan saat Panji Gumilang mengajari anak-anak Ponpes Al Zaytun menyanyikan lagu-lagu Yahudi. Menurutnya, hal itu merupakan langkah yang baik untuk mengajarkan nilai toleransi kepada anak.
Ia menyebut tentang negara menghargai keberagaman Indonesia dan harus menanamkan toleransi kepada generasi muda sejak dini.
"Itu benih baik ya. Saya bilang bagi kita di Indonesia yang pluralitas begini, yang besar, dan kita ini adalah negara muslim terbesar di dunia. Nah tentu saja pemikirannya harus bisa sesuai ya dengan nilai-nilai Pancasila. Pemikirannya harus sesuai juga dengan konteks geopolitik," ujarnya.
Monique Rijkers bahkan mengungkapkan, apa yang dilakukan Panji Gumilang harus dicontoh oleh Pondok Pesantren lain.
Dia menyarankan agar pondok pesantren lainnya di Indonesia juga memutar lagu-lagu Yahudi dan juga dari negara-negara lain non-arab.
"Alangkah baiknya kan, kalau semua pesantren bisa nyanyi lagu Yahudi, bisa nyanyi lagu Tionghoa, bisa nyanyi lagu India, bener enggak? Jangan hanya lagu bahasa Arab," ucapnya.
Monique Rijkers percaya bahwa Panji Gumilang adalah contoh toleransi yang sempurna saat ini.
"Kalau saya sebagai seorang yang aktivis toleransi, aktivitas keberagaman, tentu sangat menyambut baik kegiatan-kegiatannya Al Zaytun. Kenapa? karena ini institusi pendidikan Islam dan mereka tampil dengan wajah toleran, dengan keberagaman, yakni menyanyikan lagu Yahudi," pungkasnya.
Pada kesempatan itu pula, Monique sedikit mengungkapkan mengenai lagu Yahudi yang diputar Al-Zaytun dan viral di media sosial.
Menurutnya, lagu tersebut berjudul Havenu Shalom Aleichem yang merupakan lagu rakyat Yahudi.
"Itu betul lagu Yahudi, itu lagu kayak lagu rakyat Yahudi, jadi bukan lagu Israel, jadi semua orang Yahudi di seluruh dunia mengenal lagu ini. Namanya lagu Shalom Alechem dan Syalom alaihim itu sendiri artinya damai atasmu," ujarnya.
Soal ajaran Ponpes Al-Zaytun dan NII KW 9
Pada kesempatan yang sama, M. Najih Arromadloni selaku pengamat pesantren juga hadir sebagai narasumber di program Catatan Demokrasi tvOne, ia mengungkapkan beberapa temuan dari penelitian non formal yang dilakukannya.
Hal itu didapatnya setelah interaksi dengan beberapa mantan pengurus dan alumni di Ponpes Al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat.
"Ini sebetulnya kalau kita tilik sejarahnya, Al-Zaytun ini kan perkawinan dari NII dan ajaran isa bugis," ungkapnya yang dilansir Youtube ReligiOne.
Ia menuturkan bahwa Isa Bugis ini punya murid bernama Musadeq yang mendirikan Al-Qiyadah dan sebagai penerusnya muncul Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara).
"Makanya saya heran, kenapa Isa Bugis sudah ditindak, kemudian Musadeq juga sudah ditindak, tapi Panji Gumilang kok tetep berlarut-larut, ini kan persoalan yang harus kita sayangkan," ujarnya.
Lebih lanjut, pengurus pusat MUI Bidang Penanganan Terorisme ini menerangkan bahwa hampir 30 tahun, jika merujuk pertama kali Pesantren Al-Zaytun didirikan, antara 1996 hingga 1998.
Ia menilai bahwa persoalan ini dibiarkan berlarut-larut, karena tidak ada ketegasan dari Pemerintah.
"Karena berpotensi jatuhnya (korban) masyarakat, tentu banyak masyarakat yang tertipu dengan ajaran-ajaran yang semacam ini," tutur M. Najih Arromadloni.
"Di sisi lain, kalau kita lihat juga kalau sekarang Al-Zaytun ini bukan samar-samar lagi, faktanya sudah terang benderang, bahkan Panji itu sudah mempropagandakan ajarannya ke publik," tambahnya.
Di mana hal itu sudah menjadi hal serius, karena jika telah masuk tahap mempropagandakan, efeknya akan ada konsekuensi yang luas.
Untuk itu, ia berharap adanya campur tangan dari pemerintah menindak tegas dan menyelidiki. (ree/ind)
Load more