Jakarta, tvOnenews.com - Wajah Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto terlihat kecut mendengar pertanyaan wartawan soal adanya tokoh parpol dan pejabat pemerintahan yang diisukan menjegal Anies Baswedan maju dalam Pilpres 2024.
Ia membantah partainya sedang berupaya menjegal Anies Baswedan maju capres 2024.
Dengan sinis, Hasto malah mengungkit peristiwa Kudatuli 1996 yang disebutnya sebagai upaya menjegal Megawati Soekarnoputri.
“PDIP tidak pernah menghambat karena kami belajar dari sejarah. Kurang apa Ibu Megawati dihambat kepemimpinannya melalui kongres luar biasa, melalui serangan kantor PDI Perjuangan di Diponegoro,” jelas dia.
Hasto juga mengatakan PDIP juga sudah kenyang dengan penjegalan dari pihak lain ketika mengusung Presiden Jokowi kala maju Pilpres 2014.
“Begitu banyak penjegalan, tetapi sikap dari Pak Jokowi, kemudian Pak Ganjar, PDI Perjuangan, selalu percaya kepada jalan keyakinan bahwa ketika politik berbasis kinerja, ketika berpolitik itu mampu menyerap aspirasi rakyat yang dituangkan dalam aspirasi kemajuan, maka itu akan mendorong rakyat untuk bergerak bersama. Terjadi bounding kalau kata Ibu Megawati,” jelasnya.
Hasto balik menyindir seorang pemimpin yang tidak berprestasi akan selalu merasa sedang dijegal oleh pihak lain.
“Sehingga pemimpin yang berprestasi selalu dihadapkan pada ujian, tetapi pemimpin yang tidak berprestasi menciptakan ganjalan seolah-olah seperti ujian,” kata Hasto.
Isu penjegalan Anies berawal dari ucapan Juru Bicara Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Sudirman Said yang menyebut ada pejabat negara secara bergantian mendatangi PKS agar keluar dari KPP.
"Sedikit clue saja, kalau sampai hari ini, bergantian para pejabat negara, ada yang pemimpin partai, ada yang bukan, mendatangi PKS dengan misi ada yang implisit dan ada yang eksplisit. Misinya itu supaya PKS keluar dari koalisi dan majunya Pak Anies digagalkan. Bentuknya apa? Ya namanya iming-iming bentuknya macam-macamlah, tapi kan barangkali menjelaskan di sini kan tidak cukup," kata Sudirman di Jalan Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (7/6/2023).
Sudirman mengklaim ada iming-iming yang diberikan pejabat tersebut kepada PKS. Iming-iming itu mulai tawaran posisi hingga sumbangan material.
"Pokoknya itu tipikal untuk soal-soal begini itu seperti apa, apakah soal posisi, atau soal sumbangan material, itu muncul dan kami bersyukur, kita semua bersyukur, bahwa semua partai menghadapi tekanan, godaan, atau undangan apa pun tetap stay pada kesepakatan kemarin," kata Sudirman.
Soal jegal menjegal Anies juga pernah diutarakan Menko Polhukam Mahfud Md. Secara khusus, meminta Denny Indrayana menjaga Anies Baswedan agar tetap dapat maju pada Pilpres 2024, sehingga Pemerintah tidak selalu dituduh menjegal upaya mantan gubernur DKI Jakarta itu mencalonkan presiden.
"Tolong, Anies dijaga agar tetap mendapat tiket (Pilpres 2024). Nanti yang dituduh, kalau ndak dapat tiket, Pemerintah; karena nuduhnya Pemerintah terus mengganjal Anies. Saya pesan ke Denny, tolong itu dijaga," kata Mahfud usai rapat kerja bersama Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin lalu.
Mahfud menegaskan Pemerintah tidak akan ikut campur dalam urusan pencalonan Anies Baswedan dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
"Saya pesan ke Denny, tolong itu dijaga. Jangan sampai dari internalnya nanti yang gagal. Kalau Pemerintah enggak akan ikut-ikut," tambahnya.
Selain kepada Denny Indrayana, Mahfud juga meminta Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu melakukan hal serupa.
"Bukan hanya Denny yang saya minta, ketua umum PKS juga saya minta," imbuhnya.
Mahfud mengatakan telah menyampaikan hal itu kepada Ahmad Syaikhu secara langsung saat pertemuan di kediamannya. Dalam pertemuan itu, Mahfud mengatakan Syaikhu meminta dirinya mendampingi Anies sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2024.
"Saya sampaikan juga itu kepada Ketua Umum PKS, Pak Syaikhu, ketika datang ke rumah saya; (dia) menjajaki, 'bagaimana kalau Bapak menjadi cawapres-nya Anies'," tuturnya. (saa/ebs)
Load more