Jakarta, tvOnenews.com - Masih terasa duka atas pesawat yang mengalami kecelakaan pada 28 Desember 2014 yaitu AirAsia QZ8501. Pesawat dengan rute Surabaya-Singapura ini hilang kontak setelah lepas landas dari Bandar Udara Internasional Juanda, Surabaya, Jawa Timur.
Dalam perjalanan tersebut, pesawat membawa penumpang sebanyak 162 orang, yang terdiri dari dua pilot, empat awak kabin, dan 156 penumpang. Sayangnya, tidak ada korban yang selamat dalam kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 kala itu.
Proses evakuasi korban kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 tersebut terbilang cukup lama, hingga pada akhirnya kotak hitam berhasil ditemukan setelah 15 hari pencarian.
Saat proses evakuasi pesawat tersebut, seorang ahli forensik dr Sumy Hastry Purwanti ikut bertugas menuju Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
dr Hastry menceritakan pengalamannya saat membantu proses evakuasi dan identifikasi korban kecelakaan pesawat tersebut.
Seperti apa pengalaman dr Hastry untuk mengevakuasi penumpang sebanyak 162 orang yang menjadi korban kecelakaan tersebut. Simak informasinya berikut ini.
Seorang Ahli Forensik, Kombes Pol. dr Sumy Hastry Purwanti atau kerap disapa dengan dr Hastry membagikan pengalamannya ketika mengevakuasi korban kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 yang terjadi pada 28 Desember 2014 lalu.
Melalui wawancara dengan seorang Magician, Denny Darko dalam kanal YouTube Denny Darko, dr Sumy Hastry Purwanti menceritakan saat ia bertugas pada kejadian yang menewaskan kurang lebih 162 orang tersebut.
Potret Ahli Forensik, Kombes Pol. dr. Sumy Hastry Purwanti. (Ist)
Saat itu dr Hastry sedang bertugas di RS Bhayangkara, Semarang, Jawa Tengah. Namun ketika berita kecelakaan pesawat itu muncul, ia segera bersiap untuk menuju Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
“Sebetulnya saya masih belum dinas di sini, saya masih di Semarang. Tapi kan seperti biasa, kalau ada peristiwa seperti bencana, baik itu ulah manusia atau bencana alam, saya ditugaskan langsung,” ungkap dr Sumy Hastry Purwanti dalam kanal YouTube Denny Darko.
Hastry ditugaskan di tempat itu salah satunya bertujuan untuk membuat alur keluar masuk saat evakuasi Jenazah korban kecelakaan pesawat tersebut.
“Tujuannya itu, untuk membuat alur keluar masuk jenazah dengan baik. Mortuary Management (pengelolaan kamar jenazah). Bagaimana jenazah masuk pertama kali, apa dulu yang harus dilakukan,” ujarnya.
Mendengar pesawat telah terkonfirmasi menghilang, maka Hastry langsung bersiap untuk berangkat dalam tugas mengevakuasi jenazah sebagai dokter forensik.
“Kebetulan waktu itu, AirAsia sudah dianggap hilang. Saya sudah persiapan nih, pasti saya berangkat. Ternyata tanggal 28 mau tahun baru, saya di telepon telah ditemukan beberapa bagian tubuh di Pulau Jawa. Saya langsung terbang ke Pangkalan Bun,” terangnya.
Sesampainya di Pangkalan Bun, dr Hastry bersama dengan komandannya melakukan koordinasi dengan beberapa pihak yang turut melakukan evakuasi korban kecelakaan pesawat tersebut, seperti tim SAR dan TNI Angkatan Laut.
“Bersama komandan saya, disana saya menjelaskan kepada tim SAR di bandara Pangkalan Bun dengan tim angkatan laut juga, kalau jenazah jangan langsung diidentifikasi dulu. Lebih baik kita periksa dengan baik. Betul nggak jenazah ini sesuai KTP, nama ini sesuai ID Card ini,” jelasnya.
Ketika mengevakuasi korban bencana kecelakaan pesawat tersebut, korban ditemukan dalam kondisi potongan tubuh yang terpisah. Namun proses identifikasi menjadi sulit lantaran potongan tubuh yang ditemukan di sekitar jenazah, belum tentu milik korban tersebut.
“Ya kan namanya orang meninggal bersamaan, (potongan tubuh) terlepas ternyata pas ditemukan jadi satu kan belum tentu punya dia kan. Dan hari kelima, ke enam itu jenazah pasti hampir sama semua karena proses pembusukan,” kata dr Hastry.
Ahli Forensik, dr Sumy Hastry Purwanti dan Magician, Denny Darko. (Ist)
Dalam keadaan darurat, dr Sumy Hastry bersama tim membuat sebuah kamar jenazah untuk memudahkan proses evakuasi korban kecelakaan pesawat AirAsia di Rumah Sakit Umum Pangkalan Bun.
“Dan saya akhirnya membuat Mortuary di Rumah Sakit Umum Pangkalan Bun. Jadi saya siapkan tuh apa aja yang harus tersedia disana,” tuturnya.
Sesuai perintah komandan, Dokter Ahli Forensik memeriksa seluruh korban yang ditemukan langsung diperiksa di Rumah Sakit Umum Pangkalan Bun.
“Perintah Komandan saya, seluruh tubuh jenazah yang ditemukan di Laut Jawa, di periksa dulu di Rumah Sakit Umum Pangkalan Bun. Setelah itu dikirim ke Surabaya, untuk di Identifikasi yang lebih lengkap,” ungkapnya.
Sebab, seluruh dokter ahli yang bertugas dikumpulkan di Surabaya untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan tantangan bahwa ketika jenazah dipindahkan ke Surabaya, tidak menambah proses pembusukan.
“Karena ahli-ahlinya akan dikumpulkan di Surabaya, dokter forensiknya, dokter onkologinya, INAFIS, dan DNA. Dan saya menyiapkan itu semua jadi bagaimana jenazah itu tidak tambah busuk, karena kan butuh waktu untuk memindahkannya ke Surabaya,” jelas Hastry.
Proses evakuasi korban berjalan hingga dua minggu lamanya, namun sang ahli forensik tersebut mengatakan hampir setiap hari jenazah selalu datang saat ia bertugas. Hingga tim membutuhkan tenaga untuk membantu pekerjaannya tersebut.
“Dua minggu tuh, hampir tiap hari pasti ada jenazah bersama teman-teman di rumah sakit Pangkalan Bun. saya bersama dokter forensik cowok dibantu dengan orang sana yang belum pernah tahu. Jadi ini kita ngajarin untuk jadi teknisi (forensik),” pungkasnya.
Selama proses evakuasi korban kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 tersebut, dr Sumy Hastry Purwanti ditugaskan untuk membantu evakuasi dan identifikasi korban. Sayangnya tidak ada yang selamat dalam kecelakaan tersebut.
Namun, dr Hastry juga menyampaikan perihal mimpinya yang menjadi kenyataan saat mengevakuasi korban. Seorang korban kecelakaan pesawat tersebut masuk kedalam mimpinya, serta menahan Hastry untuk kembali ke Surabaya. (kmr)
Load more