Belajar dari China: Masjid Huaisheng, Menara Cahaya dari Pinggir Sungai Mutiara
- Bajo Winarno
Salah satu tiang kayu tampak dikerumunii lima orang. Seorang yang mengenakan helm proyek terus memukul mukul kayu sambal mendekatkan telinganya. Seorang lagi yang bertopi pet Nampak terus bicara dengan intonasi yang terus menerus meninggi. Di sekitar mereka, persis di depan tembok batu, lonjoran kayu kayu yang tampak sudah lapuk ditumpuk. Agaknya proses konservasi sedang berlangsung di masjid yang konon sudah dibangun oleh sahabat Nabi Muhammad SAW Sa’ad bin Abi Waqqas sejak tahun 627. Tepatnya pada masa Dinasti Tang sekitar tahun 618 – 907. Pada saat itu, agama Islam diperkenalkan di China untuk pertama kali.
Halaman masjid punya fungsi unik di China. Berbeda dengan di Indonesia yang muazin mengumandangkan azan di mihrab, di China muazin memanggil orang shalat dilakukan di halaman masjid.
Dari halaman saya melihat kemegahan ruang shalat Masjid Huaisheng yang memadukan arsitektur tradisional China dengan Timur Tengah. Saat masuk ke dalamnya, terlihat langit-langit ruang salat yang terbuat dari ubin dengan perpaduan warna biru dan hijau yang memberi kesan hangat. Beberapa anggota rombongan kami menunaikan shalat tahiyatul masjid, untuk menghormati kemegahan masjid.
Keterangan: Halaman Masjid Huaisheng yang tengah direnovasi. Sumber foto: Bajo Winarno
Di kawasan kota tua Guangzhou ini hubungan harmonis pedagang Timur Tengah dan warga China terekam lewat sejumlah masjid tua. Masjid Huaisheng hanya salah satu dari tiga masjid tertua di China. Ada pun tiga masjid tertua lainnya adalah Masjid Quanzhou Kylin, Masjid Yangzhou Crane, dan Masjid Hangzhou Phoenix.
Hubungan Guangzhou dan Islam telah terbangun selama lebih dari 1.300 tahun. Sebagai kota pelabuhan penting, di Asia sejak abad ke-5, Guangzhou menjadi gerbang utama masuknya Islam ke Cina melalui Jalur Sutra Maritim. Sejak masa Dinasti Tang (618–907 M), Guangzhou dikenal dengan nama Fanwu / Guang Prefecture, pelabuhan yang terbuka bagi pedagang Arab, Persia, dan Asia Selatan. Catatan Tiongkok seperti “Xin Tang Shu” (Buku Baru Dinasti Tang) menyebut orang-orang Dashi (Arab) tiba secara rutin untuk berdagang di pelabuhan ini.
Load more