Perang Meletus, Trump Ancam Thailand-Kamboja: Berhenti atau Kena Tarif!
- Xinhua
Jakarta, tvOnenews.com - Ketegangan di Asia Tenggara memuncak setelah Thailand dan Kamboja terlibat konflik bersenjata di wilayah perbatasan sejak Kamis (24/7/2025). Belasan orang tewas, puluhan luka-luka, dan lebih dari 150.000 warga sipil dilaporkan mengungsi akibat baku tembak yang berlangsung hingga akhir pekan ini.
Di tengah memanasnya situasi, mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendadak muncul sebagai pihak penengah. Namun, alih-alih menawarkan mediasi damai secara diplomatis, Trump justru melempar ancaman ekonomi yang keras.
Dikutip dari CNN, Minggu (27/7/2025), Trump menegaskan bahwa selama perang masih berlangsung, tidak akan ada negosiasi dagang antara AS dengan kedua negara tersebut. Ancaman tarif hingga 36% bakal diberlakukan bagi ekspor Thailand dan Kamboja ke Amerika jika pertempuran tak segera dihentikan.
“Mereka ingin kembali ke meja perundingan perdagangan dengan Amerika Serikat, yang menurut kami tidak pantas dilakukan sampai pertempuran antar keduanya BERHENTI,” tegas Trump dalam unggahannya di Truth Social.
Trump mengaku sudah berbicara langsung dengan Pelaksana Tugas PM Thailand Phumtham Wechayachai dan PM Kamboja Hun Manet. Menurutnya, kedua pemimpin telah sepakat untuk bertemu dan membahas kemungkinan gencatan senjata dalam waktu dekat.
Sebelumnya, awal Juli lalu, Trump telah mengirim surat kepada kedua negara, memperingatkan bahwa tarif sebesar 36% akan diberlakukan atas sebagian besar ekspor mereka mulai 1 Agustus. Respons dari Thailand dan Kamboja saat itu adalah menawarkan konsesi dagang agar hubungan tetap stabil.
Namun konflik militer justru pecah beberapa pekan kemudian. Analis menilai ini sebagai ujian besar dalam hubungan diplomatik regional, terutama karena posisi Thailand sebagai sekutu lama AS dan Kamboja yang kini semakin dekat dengan China.
“Ini bukan hanya tentang Asia Tenggara. Ini juga tentang siapa yang akan mengendalikan narasi perdamaian dan ekonomi global,” ujar pakar hubungan internasional dari Universitas Georgetown.
Saat ini, semua mata tertuju pada pertemuan yang dijanjikan kedua pihak. Namun dengan tekanan yang dilemparkan Trump, apakah ancaman tarif benar-benar bisa menghentikan perang?
Jika tidak, dunia bisa menyaksikan eskalasi krisis yang lebih luas—baik di bidang politik maupun ekonomi—khususnya bagi rantai pasok global yang bergantung pada stabilitas kawasan Asia Tenggara. (nsp)
Load more