Penyerangan Rumah Sakit di Gaza Langgar Konvensi Jenewa
- ANTARA/REUTERS/Anas al-Shareef/aa
Pemindahan paksa
Beberapa hari lalu, Juru Bicara Angkatan Bersenjata Israel Daniel Hagari memamerkan sesuatu yang dianggapnya bukti bahwa RS Al-Rantisi di Gaza telah digunakan Hamas untuk menahan sandera.
Hagari menunjuk secarik kertas yang disebutnya jadwal menjaga sandera, hanya karena ada tulisan tangan "Banjir Al-Aqsa" yang merupakan nama operasi Hamas di Israel pada 7 Oktober.
Ternyata, bagi mereka yang paham bahasa Arab di mana 20 persen penduduk Israel adalah orang Arab, kertas itu tak lebih dari nama-nama hari dalam sebuah kalender, karena potongan kertas itu memang kalender.
Hagari lalu menyampaikan bukti lain berupa tirai yang dibentangkan di dinding tak berjendela di sebuah bangunan.
Hagari langsung berspekulasi bahwa "tak alasan lain untuk melakukan hal semacam ini kecuali ingin memfilemkan sandera".
Ternyata, bagi orang Palestina, membentangkan kain di dinding adalah bentuk hiasan dalam rumah yang umum dilalukan.
Lantas apa alasan Israel menyerang rumah sakit-rumah sakit itu?
Menurut sejumlah pakar yang analisisnya disiarkan oleh laman stasiun televisi Qatar, Al-Jazeera, Israel hanya ingin memberi pesan kepada warga Palestina, bahwa tak ada tempat aman bagi mereka.
Dengan memberi pesan semacam ini, Israel memaksa warga Palestina untuk berpikir dua kali sebelum membantu atau bahkan cuma bersimpati kepada Hamas.
Dengan cara itu, organisasi perlawanan Palestina itu tak lagi mendapatkan pijakan. Sebaliknya, Israel menjadi kian anteng menggebuk Hamas dan kelompok-kelompok militan seperti Jihad Islam.
Israel juga semakin tenang menjalankan aksinya karena mendapatkan restu dari Barat, khususnya Amerika Serikat.
Padahal, apa yang dilakukan Israel di Gaza nyaris tak berbeda dari apa yang dilakukan Rusia di Ukraina, menyerang fasilitas sipil secara membabi buta, tanpa disertai bukti, melainkan asumsi yang tak bisa diverifikasi secara independen.
Bedanya, Barat melangkah jauh di Ukraina dengan menjadikan Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai tersangka penjahat perang. Salah satu alasannya adalah memindahkan paksa anak-anak Ukraina ke Rusia, yang sudah merupakan bentuk pembersihan etnis.
Akan tetapi Barat tak melakukan apa-apa terhadap pemimpin-pemimpin Israel, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Padahal, memindahkan paksa warga Palestina dari Gaza utara ke selatan juga termasuk kategori melanggar hukum internasional, bahkan prolog menuju pembersihan etnis.
Ironisnya, setelah Israel meminta warga Gaza utara pindah ke selatan, Gaza selatan pun ternyata dijadikan sasaran serangan
Israel juga semakin aktif menyerang rumah sakit yang sudah tak bisa lagi merawat yang sakit.
Padahal, warga Gaza menganggap rumah sakit sebagai satu-satunya tempat aman untuk berlindung, bukan hanya karena dilindungi hukum perang dan Konvensi Jenewa, tapi juga karena yakin tak bakal disentuh oleh pihak-pihak yang berperang.
Kini, ketika rumah sakit sengaja diserang dan dihancurkan, tidakkah itu membuat Palestina bertanya, "apakah ada negara atau rezim yang tega menyerang rumah sakit, kecuali teroris?" (ant/mii)
Load more