Krisis Kesehatan: Surabaya Duduki Peringkat 1 Kasus HIV Baru Se-Jawa Timur
- Antara
tvOnenews.com - Kota Surabaya kini menghadapi tantangan kesehatan yang sangat serius setelah data Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim) menunjukkan Kota Pahlawan menempati peringkat pertama kasus baru Human Immunodeficiency Virus (HIV) di seluruh provinsi. Lonjakan signifikan ini memicu seruan keras dari legislatif agar Pemerintah Kota Surabaya segera merombak strategi penanganan yang ada.
Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, Ais Shafiyah Asfar, menegaskan bahwa tingginya angka kasus baru ini merupakan alarm keras yang tidak boleh lagi diabaikan.
Berdasarkan data Pemprov Jatim, akumulasi total Orang dengan HIV/AIDS (ODHIV) yang tersebar di wilayah Jatim telah mencapai 65.238 orang sepanjang tahun 2025 berjalan.
Namun, yang paling mengkhawatirkan adalah tren pada Triwulan Pertama (Q1) 2025, di mana sebanyak 2.599 kasus baru terdeteksi di seluruh Jatim. Dalam peta sebaran kasus baru ini, Surabaya menduduki peringkat pertama tertinggi.
Kota metropolitan ini diikuti oleh empat wilayah penyangga dan sekitarnya, yaitu Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Jember, Kabupaten Tulungagung, dan Kabupaten Pasuruan.
“Lonjakan kasus HIV/AIDS di Kota Surabaya menjadi alarm keras yang tidak boleh dibiarkan. Kita tidak boleh menutup mata lagi,” tegas Ais Shafiyah Asfar, politisi muda dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut, Selasa (2/12/2025).
Ning Ais menjelaskan, lonjakan kasus ini mengindikasikan bahwa penularan HIV di Surabaya masih sangat aktif, meluas, dan menyusup ke berbagai lapisan masyarakat. Kondisi ini sangat membahayakan, terutama karena data kasus baru ini merepresentasikan nyawa dan masa depan warga, khususnya generasi produktif.
Pola penularan di Surabaya masih didominasi oleh hubungan seksual berisiko (baik heteroseksual maupun homoseksual), dengan persentase kecil dari penggunaan jarum suntik tidak steril.
Di sisi lain, tingginya angka temuan kasus baru juga menunjukkan bahwa sistem deteksi dan pelaporan kesehatan di Surabaya mulai membaik, mampu mengungkap kasus-kasus tersembunyi. Namun, terlepas dari perbaikan deteksi, kondisi ini tetap dianggap sebagai lampu merah bagi kota dengan tingkat mobilitas dan interaksi sosial yang tinggi seperti Surabaya.(chm)
Load more