Ajeng Wira Wati Surabaya: Dibalik Predikat Ramah Anak dan Perempuan
- Istimewa
tvOnenews.com - Surabaya kembali mencatat prestasi nasional: predikat Kota Layak Anak (KLA) kategori Utama kini menjadi bagian dari identitas publik kota. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan perjalanan itu bukan sekadar seremonial, ada capaian terukur sekaligus pekerjaan rumah besar yang menunggu pemkot, legislatif, dan masyarakat.
Dalam kurun waktu terbaru, Surabaya berhasil meraih predikat KLA kategori Utama untuk kali ketujuh, suatu indikasi konsistensi program dan kebijakan di level kota yang diakui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). Penghargaan ini menilai integrasi kebijakan, layanan, dan partisipasi masyarakat dalam memenuhi hak-hak anak.
Ajeng Wira Wati, anggota DPRD Kota Surabaya menyebutkan dukungan kebijakan DPRD terhadap inisiatif yang menguatkan perlindungan perempuan, termasuk rencana Perda yang pro-perempuan dan program kesehatan ibu-anak. Menurut Ajeng, perlindungan tidak cukup berupa program tunggal: “Harus ada regulasi yang nyata, anggaran yang konsisten, dan mekanisme monitoring yang transparan,” ujarnya saat ditemui usai dialog dgn tvOne.
Beberapa layanan menjadi sorotan positif: puskesmas yang mulai menerapkan fasilitas ramah anak, keberadaan rumah-rumah anak prestasi (RAP) untuk inklusi anak berkebutuhan khusus, serta inisiatif pemerintahan kota dalam digitalisasi aspirasi anak melalui platform SITALAS (Sistem Informasi Suara Anak Surabaya). Program-program tersebut menjadi instrumen nyata untuk memperkuat indikator KLA—baik dari sisi hak sipil, pendidikan, hingga perlindungan khusus.
Meskipun ada pengakuan formal, catatan lapangan menyorot masalah mendasar: kasus kekerasan dan pelecehan anak tetap muncul, layanan korban belum tersebar merata, dan budaya pelaporan masih terhambat stigma. Selain itu, kapasitas lintas sektor (kordinasi OPD, kepolisian, layanan kesehatan, dan LSM) belum sepenuhnya terintegrasi di semua wilayah kota, sehingga respons terhadap kasus seringkali tergantung pada inisiatif lokal. Penanganan di tingkat keluarga dan sekolah juga menjadi front penting yang membutuhkan intervensi preventif seperti pendidikan parenting dan program anti-bullying yang efektif.
Predikat “ramah anak dan perempuan” memberi Surabaya panggung untuk menunjukkan kapasitas pemerintahan kota dan jaringan publik-sosialnya. Namun agar predikat itu bermakna, transformasi harus terlihat dalam angka penurunan kekerasan, perluasan akses layanan, dan yang paling penting perubahan pengalaman sehari-hari anak dan perempuan di ruang publik, sekolah, dan rumah.
Load more