Mimpi Anak Indonesia Terganjal Kesenjangan Digital? Bukan Sekadar Akses Internet, Literasi Digital dan Teknologi Jadi Tantangan Baru Indonesia di Era 5.0
- Istockphoto
tvOnenews.com - Di tengah pesatnya perkembangan teknologi global, kesenjangan digital masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Akses terhadap teknologi informasi belum merata di seluruh daerah, menciptakan jurang yang lebar antara pelajar di perkotaan dan mereka yang tinggal di wilayah pedesaan.
Berdasarkan laporan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2025, masih terdapat lebih dari 12.000 sekolah di Indonesia yang belum memiliki akses internet stabil.
Sementara data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menunjukkan, sekitar 30% sekolah dasar di luar Jawa belum memiliki fasilitas laboratorium komputer. Kondisi ini menandakan bahwa masih banyak generasi muda Indonesia yang belum memiliki kesempatan sama untuk memanfaatkan teknologi digital.
Fenomena ini tampak jelas di berbagai daerah, salah satunya di Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Barat, di mana jaringan internet sering kali lemah atau bahkan tidak tersedia. Para guru terpaksa mencetak materi ajar dan mengantarkannya ke rumah siswa secara manual selama pandemi COVID-19.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada masa pembelajaran daring 2020–2022, sekitar 23% siswa di Indonesia mengalami hambatan akses internet. Situasi ini bukan sekadar persoalan infrastruktur, tetapi juga masalah literasi digital, bagaimana masyarakat memahami, mengelola, dan memanfaatkan teknologi secara efektif.
Padahal, di era digital seperti sekarang, literasi teknologi menjadi keterampilan dasar yang tak kalah penting dari membaca dan menulis. Berdasarkan IMD World Digital Competitive Ranking 2024, Indonesia berada di posisi ke-43 dari 67 negara, tertinggal dari Malaysia (peringkat 32) dan Thailand (peringkat 38).
Data ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia memiliki potensi besar dengan populasi muda yang dominan, kemampuan digital masyarakatnya belum berkembang secara merata. Jika tidak segera diatasi, kesenjangan digital ini dapat memperlebar ketimpangan sosial dan menghambat produktivitas nasional di masa depan.
Salah satu kisah nyata datang dari seorang siswa di Tangerang Selatan bernama Kalif. Ia bercita-cita menjadi pengembang gim, namun sekolahnya tidak memiliki fasilitas komputer maupun kelas Teknologi Informasi. Kisah Kalif menggambarkan wajah nyata ribuan pelajar Indonesia yang belum tersentuh kemajuan teknologi.
Pemerintah sebenarnya telah berupaya melalui proyek Palapa Ring, jaringan serat optik sepanjang lebih dari 57.000 km yang menghadirkan akses 4G di 34 provinsi. Meski proyek ini rampung pada 2019, penetrasi internet Indonesia per Januari 2025 baru mencapai 74,6%, masih di bawah Filipina (83,8%) dan Thailand (91,2%).
Namun, menghadirkan internet bukan satu-satunya solusi. Tantangan berikutnya adalah memastikan anak muda Indonesia mampu menggunakan teknologi secara produktif. Di sinilah generasi muda memegang peran penting.
Mereka bisa menjadi agen perubahan dengan membagikan pengetahuan digital, menjadi mentor, atau menginisiasi komunitas pembelajaran teknologi di daerahnya. Salah satu contoh nyata adalah Code 4 Community (C4C), inisiatif yang digagas oleh Ryan Wong Pak Yan dan Trevyn Theodore Tjandra.
Melalui program ini, para mahasiswa mengajar siswa-siswa kurang mampu mengenai dasar-dasar literasi digital dan pemrograman di sekolah lokal. Hingga kini, C4C telah menjangkau lebih dari 150 siswa dan menghasilkan 200 proyek digital berbasis Scratch, HTML, dan platform lainnya.
Siswa-siswa yang awalnya belum terbiasa menggunakan laptop kini mampu membuat situs web dan gim sederhana. Kalif, yang dulu hanya bermimpi menjadi pengembang gim, kini mulai mewujudkannya melalui bimbingan mentor C4C. Tak hanya murid, para mentor pun mendapat manfaat berupa peningkatan keterampilan komunikasi, kepemimpinan, dan kerja tim—bekal penting bagi masa depan mereka.
- Ist
Pendiri C4C percaya bahwa langkah kecil bisa memicu perubahan besar. “Satu anak yang melek digital bisa menginspirasi puluhan lainnya. Satu inisiatif lokal bisa tumbuh menjadi gerakan nasional,” ujar Ryan dan Trevyn.
Kisah mereka menunjukkan bahwa menjembatani kesenjangan digital bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tugas generasi muda yang tumbuh bersama teknologi. Kini, saatnya aksi nyata dimulai, karena masa depan digital Indonesia ada di tangan mereka. (udn)
Load more