Kementerian ATR/BPN Diharapkan Memproses Perpanjangan HGU Secara Profesional
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Direktur PT Nafasindo, Abdul Kudus, menyebutkan, proses perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan atas lahan kebun kelapa sawit seluas 3.007 hektare di Aceh Singkil saat ini sedang berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Menurutnya, proses permohonan perpanjangan HGU telah diajukan sejak bulan November 2020 (HGU berakhir pada 11 Mei 2023) dengan proses pengukuran ulang batas HGU lama dengan penguasaan pada saat itu hingga diterbitkan peta bidang tanah (No. 006-01.12-2020).
Selanjutnya, dokumen perpanjangan HGU diterima oleh Kementerian ATR/BPN pada tanggal 11 November 2024.
"Penerimaan ini dibuktikan dengan Nomor Surat dari Kantor Wilayah (Kanwil) ATR/BPN Provinsi Aceh Nomor 69/SP-11.HP.02/X/2024," ujar dia dalam keterangannya, Sabtu (24/5/2025).
Diketahui, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 18 tahun 2021 Pasal 71 ayat 2 tentang tata cara penetapan hak pengelolaan dan hak atas tanah adalah “Permohonan Pembaruan Hak Guna Usaha dapat diajukan paling lama 2 (dua) tahun setelah berakhirnya jangka waktu Hak Guna Usaha atau perpanjangannya berakhir”.
PT Nafasindo masih memenuhi semua syarat sebagai pemegang hak, lantaran proses administratif sedang berjalan sesuai prosedur.
Sementara, Senior Manager PT Nafasindo, Malik Rusydi menambahkan keprihatinan terkait adanya upaya dari pihak tertentu yang berupaya mengambil alih HGU milik PT Nafasindo di Aceh Singkil.
Dia mengingatkan, upaya tersebut merupakan tindakan yang melanggar hukum dan dapat dikategorikan sebagai pencurian aset perusahaan.
Tindakan pencurian aset dapat dijerat hukum dengan pasal pidana sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Segala upaya hukum yang bertujuan untuk mengambil alih HGU PT Nafasindo atas lahan kebun kelapa sawit secara tidak sah adalah pelanggaran hukum,” tegasnya.
Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai pemindahan kepemilikan aset yang memiliki konsekuensi pidana sesuai dengan KUHP, di antaranya Pasal 362 KUHP tentang pencurian dan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dengan ancaman kekerasan.
“Dalam konteks ini dapat diinterpretasikan sebagai upaya paksa untuk mengambil alih hak milik yang sah,” tuturnya.
Load more