Dua Jenderal Besar Beda Pendapat soal Hercules, Hendropriyono Bilang Sang Preman Punya Jasa untuk Negara, tapi Jenderal Satu ini Bilang Kurang Ajar: Dia itu...
- Ist
tvOnenews.com - Ketegangan antara mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo dan Ketua Umum GRIB (Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu), Rosario de Marshall alias Hercules, semakin memanas.
Konflik ini mencuat ke publik setelah Hercules menyebut Letjen (Purn) Sutiyoso dengan kalimat yang dinilai menghina dan merendahkan martabat purnawirawan TNI, yakni "sudah bau tanah".
Pernyataan tersebut memicu gelombang kemarahan dari berbagai kalangan, termasuk dari para mantan petinggi militer.
Salah satu tokoh militer yang paling lantang mengecam ucapan Hercules adalah Gatot Nurmantyo. Ia menyebut Hercules sebagai sosok yang kurang ajar dan tidak tahu diri.
Dalam wawancara dengan jurnalis senior Hersubeno Arief yang tayang di kanal Hersubeno Point pada 1 Mei 2025, Gatot meluapkan kemarahannya secara terbuka.
“Saya sudah dua bulan lebih puasa bicara, tapi begitu soal Hercules, ini kurang ajar nih orang. Tidak tahu diri. Dia merasa paling hebat,” tegas Gatot.
Gatot bahkan mengungkit kembali masa lalu Hercules yang pernah menjadi TBO (Tenaga Bantuan Operasi) bagi militer Indonesia.
Menurutnya, keberadaan Hercules di Jakarta dan posisinya saat ini tidak lepas dari bantuan purnawirawan TNI.
- Kolase tvOnenews
“Ingat, kau dulu TBO. Bisa ke Jakarta juga karena bantuan purnawirawan. Kok ngomong seenaknya. Tidak sopan. Sudah jadi raja kau? Kamu itu preman, preman yang memakai pakaian Ormas,” tambah Gatot dengan nada geram.
Gatot juga menanggapi pernyataan Hercules yang menuding Forum Purnawirawan TNI dan Sutiyoso hendak mengkudeta negara.
Menurut Gatot, tudingan tersebut tidak berdasar dan mencemarkan nama baik tokoh-tokoh militer yang telah berjasa.
“Pak Sutiyoso itu baret merah, Kopassus, bintang tiga, jenderal. Tidak ada satu kata pun dari Pak Sutiyoso atau purnawirawan TNI untuk kudeta negara. Fitnah itu,” ujarnya.
Namun di tengah gempuran kritik, Hercules justru mendapat pembelaan dari sesama jenderal purnawirawan, yakni mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal (Purn) AM Hendropriyono.
Dalam pernyataan terpisah, Hendropriyono menyebut bahwa publik tidak boleh melupakan jasa-jasa Hercules kepada negara, khususnya ketika berperang bersama TNI melawan kelompok separatis Fretilin di Timor Timur.
“Dalam kebersamaannya dengan kita di medan pertempuran, sampai kakinya buntung,” ujar Hendropriyono, mengingatkan pengorbanan fisik yang diderita Hercules saat masih berjuang bersama militer Indonesia.
Menurut Hendropriyono, pilihan hidup Hercules sebagai preman tidak bisa dipisahkan dari keterbatasan fisik dan kondisi sosial yang ia alami pasca-konflik.
“Kalau dia bisa milih, dia tidak akan menjadi preman. Tapi dia menjadi preman karena tidak ada orang yang mau terima dia kerja dengan kaki buntung, tangan buntung dan mata satu yang sehat. Mungkin tidak ada jalan lain kecuali jalan preman. Itu yang harus kita lihat,” kata Hendropriyono seperti dikutip dari pernyataan resminya.
Hendropriyono, yang dikenal sebagai ‘The Master of Intelligence’, menilai bahwa masyarakat harus bersikap adil dalam melihat latar belakang seseorang.
Ia mengingatkan bahwa Hercules tetap menunjukkan kesetiaannya kepada Indonesia di masa-masa sulit, meski kemudian memilih jalan keras demi bertahan hidup.
- tvOnenews
Perbedaan tajam antara dua jenderal ini menunjukkan adanya ketegangan internal di kalangan purnawirawan terkait cara pandang terhadap tokoh-tokoh kontroversial seperti Hercules.
Gatot mewakili suara tegas dari militer yang menuntut penghormatan dan etika dari warga sipil terhadap para purnawirawan.
Sementara itu, Hendropriyono menawarkan pendekatan yang lebih lunak, dengan mempertimbangkan sejarah dan keterbatasan hidup yang dialami Hercules.
Isu yang mencuat semakin kompleks karena Hercules bukan hanya dianggap menghina secara personal, melainkan juga merendahkan martabat institusi TNI secara keseluruhan.
Komentar pedasnya terhadap Sutiyoso dan Forum Purnawirawan dinilai sebagai bentuk pelecehan terhadap jasa-jasa militer.
Tak heran jika pernyataan Hercules menyulut reaksi keras, terutama dari mereka yang merasa perjuangan mereka diabaikan begitu saja.
Di sisi lain, pembelaan Hendropriyono tak bisa dianggap angin lalu. Sebagai tokoh penting dalam dunia intelijen dan militer.
Ucapannya punya bobot. Hendropriyono pernah menjadi guru besar di bidang intelijen yang pertama di Indonesia dan bahkan diklaim pertama di dunia dan memiliki rekam jejak panjang dalam berbagai operasi militer.
Perselisihan ini juga menjadi cerminan bagaimana tokoh-tokoh besar dalam militer Indonesia bisa berbeda pendapat soal tokoh sipil yang kontroversial.
Polarisasi antara Gatot dan Hendropriyono memperlihatkan bahwa narasi tentang “jasa” dan “penghinaan” bisa ditafsirkan sangat berbeda, tergantung dari sudut pandangnya.
Meski publik terbelah antara yang mendukung Gatot dan yang membela Hercules melalui perspektif Hendropriyono, satu hal yang pasti: isu ini menyentuh sensitivitas tinggi soal penghormatan terhadap para purnawirawan TNI.
Di tengah hiruk-pikuk politik dan ormas, nama Hercules kembali menjadi sorotan tajam, tidak hanya karena masa lalunya sebagai preman, tapi juga karena ucapannya yang dianggap mencederai kehormatan para jenderal yang telah pensiun. (udn)
Load more