Ibu Menyatu, Hutan Lestari
- Istimewa
Menurutnya, meskipun kecepatan masing-masing kelompok berbeda, tidak menjadi soal, justru di situ tantangannya. Pendampingan juga menentukan, semakin baik pendamping, semakin maju kelompok bimbingannya.
“Di Papua, misalnya, harus sering dilakukan acara-acara seperti ini. Setelah ini harus diadakan tindak lanjut dari kongres ini yang sifatnya tematik,” katanya.
Apa Keunggulan Perempuan Mengelola Hutan?
Konferensi menyoroti bahwa lebih dari 80 persen pemilik izin perhutanan sosial adalah laki-laki dan berusia lanjut. Karena itu, sumbangsih perempuan dan kaum muda dalam pengelolan hutan akan membuat pemanfaatan izin optimal, termasuk menghindari potensi konflik di dalam hutan.
“Jika bertemu perambah hutan, perempuan bukan adu otot. Ibu-ibu patroli justru mengajak bicara. Lama-lama perambah tidak kembali ke hutan,” kata Rubama, community officer Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh, yang menjadi fasilitator.
Sikap non-konfrontatif itu baru satu keunggulan. Secara umum, perempuan lebih telaten menarik manfaat hutan dibanding laki-laki yang cenderung fokus pada komoditas ekonomi. Bagi perempuan, hutan penyedia kebutuhan dasar, mulai dari air bersih, bahan pangan, obat-obatan, kayu bakar sampai ke pakan ternak.
Ketika kedekatan ini diletakkan dalam skema perhutanan sosial, peran perempuan semakin besar. Ia fleksibel membangun komunikasi dengan semua pihak, termasuk perangkat desa sampai ke urusan menagih iuran warga. Perempuan juga melibatkan anak-anak remaja mengembangkan usaha dan promosi produk andalan desa via media sosial. Sayangnya, ada satu satu urusan besar yang tak dibicarakan terbuka, yakni budaya patriarki.
“Di sinilah terletak ketidaksetaraan gendernya,” kata Lenny Rosalin, Deputi bidang Kesetaraan Gender, Kementerian Bidang Perempuan dan Anak saat membuka konferensi.
Sudah ada aturan pengarusutamaan gender di sektor kehutanan, tapi kebijakan ini perlu dibuat lebih menapak. DI lapangan, pengelola perhutanan sosial cenderung dominan pria. Padahal di pelosok, perempuan adat mengalami beban ganda dalam sistem patriarki negara dan adat. Mereka masih minim mendapat pengakuan sebagai bagian dari masyarakat hukum adat. Jangan ditanya soal perhatian pada masalah-masalah perempuan adat. Nihil.
Load more