Jakarta, tvonenews.com - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman akhirnya buka suara soal tudingan yang selama ini beredar.
"Bah! Ya kalau begitu putusannya masa begitu, oke?," ujar Anwar Usman pada wartawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, dikutip Rabu (1/11/2023).
"Nggak ada, lobi-lobi gimana. Sudah baca putusannya belum? Ya sudah," sambungnya.
Selain itu, Anwar menegaskan dirinya tak akan mundur dari putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Ia menyebut pengadilan yang dijalankan itu bukan terkait fakta, melainkan norma.
"Oh tidak ada, ini pengadilan norma. Bukan pengadilan fakta. Yang menentukan jabatan milik Allah yang Maha Kuasa," kata dia.
Presiden Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka (Istimewa)
Anwar Usman juga angkat bicara soal lembaga MK yang disebut-sebut sebagai "Mahkamah Keluarga" usai putusan batas usia capres-cawapres itu.
Menurut adik Ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu, MK memang merupakan Mahkamah Keluarga, tapi Keluarga Indonesia.
"Benar, keluarga Bangsa Indonesia, gitu," kata Anwar Usman.
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)/ ANTARA
Sebelumnya, MK memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Enam gugatan itu pun ditolak.
Namun, MK mengabulkan sebagian dari satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dalam putusan itu terdapat empat pendapat berbeda atau dissenting opinion hakim MK dan dua occurring opinion atau alasan berbeda dari hakim MK.
Sejumlah masyarakat beranggapan keputusan ini diambil karena Ketua MK Anwar Usman bertujuan memuluskan jalan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai cawapres Prabowo Subianto.
Atas dugaan itulah Anwar Usman dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Ketua MK Anwar Usman saat Membacakan Putusan MK di Gedung MK (tim tvOnenews/Julio)
Akhirnya, pada Selasa (31/10/2023), Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menggelar sidang perdana terkait dugaan pelanggaran kode etik terhadap 9 hakim MK itu.
Dalam sidang pendahuluan sebagai pelapor, kuasa hukum dari 15 akademisi hukum yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Violla Reininda, mengatakan Anwar Usman telah melakukan pendekatan dengan hakim konstitusi lainnya sebelum memutus gugatan nomor 90 soal batas usia capres-cawapres.
"Keterlibatan di sini dalam arti yang bersangkutan tidak mengundurkan diri untuk memeriksa dan memutus perkara dan juga terlibat aktif untuk melakukan lobi dan memuluskan lancarnya perkara ini agar dikabulkan oleh hakim yang lain," kata Violla.
"Rangkaian konflik kepentingan tadi sudah dimulai sebelum perkara itu selesai. Sebab, kami menemukan bukti bahwa yang bersangkutan berkomentar tentang substansi putusan, terutama putusan nomor 90 ketika mengisi di suatu kuliah umum di Semarang," sambungnya.
Violla pun mengatakan Anwar Usman menjadikan lembaga MK sebagai alat politik untuk mencapai kepentingan tertentu.
"Kami mendalilkan hakim terlapor melanggar prinsip independensi, prinsip ketidakberpihakan, dan juga prinsip integritas," pungkasnya.
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie (ANTARA)
Sementara Ketua MKMK, Jimly Asshiddique mengatakan bahwa pihaknya akan memeriksa Ketua MK, Anwar Usman terlebih dulu dari hakim lainnya.
Jimly menegaskan bahwa sidang yang menghadirkan hakim konstitusi tak bisa digelar secara terbuka. Pasalnya, kata dia, ketentuan sidang yang menghadirkan hakim konstitusi sudah diatur dalam Peraturan MK (PMK).
"Ya jangan (sidang terbuka) karena di peraturan PMK-nya, itu tertutup. Hukum acaranya itu bilang tertutup, tertutup sepanjang menyangkut hakimnya," ucap Jimly. (rpi/put)
Load more