Karena dokter kandungan itu tak dapat melanjutkan operasi tersebut, dokter kedua di RS Multazam kemudian melanjutkan operasi itu.
“Setelah dilakukan operasi oleh dokter sebelumnya, korban hanya dibiarkan dalam kondisi perut terbelah, dan yang melanjutkan jahitan operasinya ialah dokter kedua itu. Dokter itu sempat menyampaikan kepada kami dan keluarga, bahwa telah terjadi robekan pada usus pasien yang diakibatkan oleh sayatan operasi (oleh dokter sebelumnya),” ungkap suami korban
Usai operasi, korban tak diizinkan makan selama sepuluh hari dan disarankan untuk belajar duduk. Pada hari ke lima, pasien kemudian diminta untuk duduk dan menggerak-gerakan badannya. Namun, tidak disangka keluar cairan hijau dan berbau busuk. Dokter kedua tadi pun menjawab, jika cairan itu hanyalah darah kotor.
Beberapa hari kemudian, tenaga medis (nakes) melepaskan jahitan di perut korban. Suami korban menduga, tindakan medis itu dilakukan tanpa ada penanganan lebih lanjut. Tak puas dengan kondisi tersebut, YH pun lantas meminta dokter merujuk korban ke rumah sakit lain. Nahas, permintaan itu justru ditolak oleh dokter.
Lebih menyakitkan lagi, dokter itu bahkan mengungkapkan, bahwa korban sudah tidak bisa diapa-apakan, serta keluarga disarankan untuk banyak berdoa.
“Yang lebih menyedihkan lagi, dokter menyampaikan pasien (korban) tidak dapat lagi dirujuk ke RS manapun, dan sudah tidak ada lagi harapan untuk sembuh,” ungkap YH.
Karena tak puas dengan pengobatan yang dilakukan oleh dokter di RS Multazam, YH pun menghubungi dokter profesional untuk menangani korban. Namun karena melihat luka yang sudah mengeluarkan cairan padat dan kotoran, dokter tersebut tak berani mengambil tindakan dan menyarankan untuk dibawa ke RS Aloei Saboe Gorontalo. Saran itupun dituruti oleh suami korban.
Load more